GridHEALTH.id - Penyakit Tuberkulosis (TBC) masih menjadi masalah kesehatan serius dengan jumlah kasus yang tinggi.
TBC, yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis (MTb), telah ada sejak lama di dunia dan sekitar 3 juta tahun yang lalu, bakteri ini mulai menginfeksi hominid awal di Afrika Timur.
Penyakit kronis ini menular dengan mudah melalui udara, menyebar di lingkungan keluarga, tempat kerja, sekolah, dan tempat umum lainnya.
Pengobatan TBC tidaklah mudah, membutuhkan waktu minimal 6 bulan dengan kemungkinan efek samping obat. Selain itu, TBC yang tidak ditangani hingga tuntas dapat menyebabkan resistansi obat, membuat bakteri kebal terhadap pengobatan.
Situasi TBC di Indonesia
Menurut WHO Global Tuberculosis Report 2023, estimasi angka kejadian TBC di Indonesia mencapai 1.060.000 kasus atau setara dengan 385 kasus per 100.000 penduduk, menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus TBC tertinggi kedua di dunia setelah India.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, menekankan bahwa dampak TBC bersifat multidimensi, tidak hanya pada kesehatan, tetapi juga psikologis, sosial, dan ekonomi.
Hal ini disampaikan dalam Kick Off Rapat Koordinasi Penanggulangan Tuberkulosis (TBC) yang diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 10 Juni 2024. Muhadjir menegaskan pentingnya akses layanan kesehatan serta kebijakan mitigasi biaya dan perlindungan finansial untuk masyarakat miskin dan rentan miskin yang terdampak TBC.
Pemerintah mengadopsi pendekatan komprehensif untuk menangani TBC, dimulai dengan screening dan tracking penderita untuk mendapatkan intervensi pengobatan. Beberapa daerah juga telah melakukan skrining mobile.
Untuk keberhasilan pengobatan, diperlukan dukungan komplementer seperti pemberian nutrisi, biaya transportasi ke fasilitas kesehatan, dukungan psikososial, dan pemberdayaan ekonomi.
Kemenko PMK bekerjasama dengan Kemenkes melakukan pemadanan data untuk mengidentifikasi dan melindungi kelompok populasi miskin dan rentan miskin yang terdampak TBC.
Baca Juga: Penanganan Tuberkulosis di Indonesia, Adakah Pembelajaran dari Penanganan Covid-19?
Target Eliminasi TBC
Pemerintah menargetkan eliminasi TBC pada tahun 2030. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis mengamanatkan pembentukan Tim Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis (TP2TB) dan Wadah Kemitraan Penanggulangan Tuberkulosis (WKPTB) di tingkat pusat serta pembentukan TP2TB di provinsi, kabupaten, dan kota.
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2024 menargetkan angka kejadian TBC menjadi 297 per 100.000 penduduk pada tahun 2024. Sementara Perpres No. 67 Tahun 2021 menargetkan eliminasi TBC pada tahun 2030 dengan penurunan angka kejadian menjadi 65 kasus per 100.000 penduduk dan angka kematian menjadi 6 jiwa per 100.000 penduduk.
Presiden Joko Widodo menunjukkan komitmen tinggi dalam upaya percepatan penanggulangan TBC dan telah memberikan arahan agar penanggulangan TBC digerakkan secara besar-besaran seperti penanggulangan COVID-19.
Menko PMK, Muhadjir Effendy, menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak untuk mencapai eliminasi TBC pada tahun 2030 dan visi Indonesia Emas 2045.
"Dalam penanggulangan TBC, Pemerintah Daerah agar berkolaborasi dengan mitra organisasi kemasyarakatan, komunitas, organisasi profesi, dan organisasi lain yang berada di daerah masing-masing termasuk mitra-mitra WKPTB yang jejaringnya juga telah tersebar di wilayah Indonesia," jelasnya.
Dalam Rapat Koordinasi yang dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, serta para gubernur, bupati, dan walikota se-Indonesia, ditegaskan bahwa peran pemerintah daerah sangat penting dalam penanganan TBC sesuai amanah Perpres No. 67 Tahun 2021.
Pemerintah daerah diharapkan berkolaborasi dengan berbagai organisasi untuk mengimplementasikan percepatan penanggulangan TBC secara efektif.
Baca Juga: TB Terus Mengancam, Penting Menaikkan Pencapaian Terapi Pencegahan Tuberkulosis
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
Komentar