Parapuan.co - Serangan jantung tipe STEMI terjadi akibat penyumbatan total pada pembuluh darah arteri koroner, yang mengakibatkan otot jantung tidak mendapatkan suplai oksigen.
STEMI merupakan jenis sindrom koroner akut dengan risiko komplikasi serius dan kematian yang tinggi.
Menanggapi hal ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI meluncurkan program FASTEMI (Farmako Invasif Strategi Tatalaksana ST Elevation Myocardial Infarction) untuk membantu masyarakat dengan risiko tinggi penyakit jantung.
Program ini sedang dalam tahap uji coba di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dan Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat.
Akan hal ini, dr. Isman Firdaus, Sp.JP(K), FIHA, FESC, FSCAI, Pimpinan Pilot Project Program FASTEMI, menjelaskan bahwa program ini bertujuan mempersiapkan dan memberikan pertolongan bagi pasien yang mengalami serangan jantung tipe STEMI.
Selama ini, penanganan serangan jantung STEMI hanya bisa dilakukan di provinsi dan kota besar melalui pembukaan pembuluh darah yang tersumbat total.
Prosesnya melibatkan pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) untuk pasien dengan keluhan nyeri dada, dan jika hasil diagnosis positif, pasien langsung ditangani dengan catheterization laboratory (cath lab) untuk kateterisasi jantung.
Namun, dengan adanya program FASTEMI, pertolongan pertama untuk serangan jantung STEMI kini dapat dilakukan di daerah terpencil yang jauh dari kota besar.
Di kota besar, serangan jantung biasanya ditangani dengan cath lab, tetapi di daerah yang tidak memiliki fasilitas tersebut, pasien dapat ditangani dengan obat-obatan penghancur bekuan darah, seperti tenecteplase.
Obat ini disuntikkan di puskesmas atau rumah sakit yang tidak memiliki fasilitas cath lab. Ketika aliran darah terbuka kembali, nyeri dada berkurang, angka kematian menurun, dan pasien menjadi lebih tenang. Setelah itu, pasien dapat dirujuk ke rumah sakit untuk kateterisasi keesokan harinya.
Program FASTEMI, yang dimulai sejak November 2023, mengalami percepatan pada Maret-April 2024.
Baca Juga: 6 Rekomendasi Olahraga yang Aman untuk Jantung, Jangan Ambil Risiko!
Source | : | Kemenkes RI |
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
Komentar