Find Us On Social Media :

Jam Main Kita dan Anak Bukan di Gawai Tapi Di Luar, Sehat Didapat Anak Jadi Cerdas

Permainan tradisional oleh anak-anak di Desa Pasiragung, Kecamatan Hantara, Kabupaten Kuningan, Jawa

GridHEALTH.idMain dan bermain adalah dunianya anak-anak.

Dengan bermain, anak bisa mengembangkan semua potensi dirinya. Dengan bermain anak bisa banyak belajar segala hal.

Baca Juga: Manfaat Air Bayam: Anti Kolestrol dan Cegah Kanker, Begini Cara Membuatnya

Bahkan, hanya dengan bermain anak bisa mengasah semua kemampuannya, mulai dari kecerdasan, motorik, hingga sosialisasi.

Juga, bermain bisa membuat anak menjadi sehat secara fisik dan mental.

Jadi jangan larang anak untuk bermain. Malah orangtua harus ikut bermain dengan anak. Luangkan waktu paling tidak satu jam tanpa gangguan apapun untuk bermain dengan anak.

Pertanyaannya apakah semua permainan bisa memberikan hal itu semua pada anak?

Jawabannya ya, selama permainan tersebut permainan aktif yang melibatkan fisik, emosional, sosial, dalam artian adanya interaksi dengan oranglain, juga orangtua, apalagi jika dilakukan di luar ruangan.

Baca Juga: Terlalu Semangat saat Karaoke, Pria Ini Alami Sakit Dada hingga Paru-Paru Jebol

Jenis permainan seperti itu mudah ditemukan di dalam permainan tradisional.

Beda dengan bermain di gawai. Para ahli menyatakan bahwa kecanduan game online bisa menimbulkan gangguan atau masalah kesehatan tertentu.

Pada orang pecandu game, penelitian menemukan adanya perubahan fungsional dan struktural dalam sistem reward saraf.

Reward saraf sendiri merupakan kelompok struktur saraf yang berkaitan dengan perasaan senang, pembelajaran, dan motivasi.

Penelitian yang dipublikasikan di Addiction Biology melakukan pemindaian magnetic resonance imaging (MRI) terhadap 78 remaja laki-laki yang berusia 10-19 tahun yang didiagnosis mengalami gangguan internet gaming, dan 73 peserta lainnya tanpa kondisi gangguan tersebut.

Dalam penelitian tersebut, para peneliti membandingkan hubungan antara 25 area yang berbeda dari otak pecandu game dengan kontrolnya.

Baca Juga: Punya Masalah dengan Jerawat? Obati Saja dengan Madu, Bisa Hilang Seketika

Hasilnya, para peneliti menemukan adanya peningkatan koordinasi antara bagian kortek prefrontal dorsolateral dan temporoparietal junction di otak, yang diduga membatasi kontrol impuls seseorang.

Kondisi ini biasanya ditemukan pada pasien dengan skizofrenia, sindrom down, dan autisme, dan orang dengan kontrol impuls yang buruk.

Karenanya Badan Kesehatan Dunia (WHO) kini menggolongkan kecanduan main game sebagai gangguan mental.

Bahkan WHO telah menerbitkan buku panduan International Classification of Diseases (ICD-11) pada tahun 2018 lalu dengan memasukkan kecanduan main game sebagai salah satu kategori gangguan jiwa baru, disebut sebagai gaming disorder (GD).

Tanda dan gejala dari kecanduan game ini adalah Selalu menghabiskan waktu yang lama untuk bermain, bahkan durasinya makin meningkat dari hari ke hari.

Merasa mudah marah dan tersinggung saat dilarang atau diminta berhenti bermain game.

Ironisnya Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pengguna gawai alias ponsel terbanyak.

Baca Juga: Usai Orangtua Meninggal, Berat Badan Wanita Ini Tak Terkendali hingga Tersangkut di Pintu Pesawat

Tingginya penggunaan ponsel didukung data dari Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII) 2017 yang menyatakan jumlah pengguna internet mencapai 143 juta atau hampir 55% dari penduduk Indonesia yang berjumlah 262 juta jiwa.

Tingginya penggunaan alat canggih ini lama kelamaan akan berdampak pada kesehatan, terutama rusaknya jaringan saraf tepi atau neuropati.

Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi PERDOSSI Pusat, Dr. Manfaluthy Hakim, Sp.S(K), menjelaskan, "Aktivitas dengan gerakan berulang dapat menjadi faktor risiko neuropati, termasuk penggunaan gawai terlalu lama."

Menurutnya, bagian tubuh yang berisiko besar terkena neuropati adalah jari tangan karena bisa mengalami kesemutan, kebas, hingga rasa nyeri.

Selain penggunaan gawai, neuropati juga bisa disebabkan oleh penyakit diabetes.

Penelitian pada anak lebih mencengangkan, melansir The Daily Sabah, Hansa Bhargava, MD, adalah dokter spesialis anak WebMD, mengungkapkan pendapatnya tentang penggunaan gadget pada anak.

Hasil awal dari multi-center study yang didanai oleh National Institute of Health menunjukkan,ada perubahan otak pada anak-anak berusia 9-10 tahun yang memandangi layar gadget selama lebih dari 7 jam sehari.

“Kami tidak tahu pasti apakah efek struktural ini negatif tetapi, sayangnya, ada penelitian lain yang sudah mengarah ke potensi bahaya. Sebuah penelitian yang mengamati lebih dari 900 balita usia 6-24 bulan menemukan bahwa keterlambatan bahasa terjadi pada anak-anak yang menghabiskan lebih banyak waktu bermain dengan gadget. Pada anak yang lebih tua, terlalu banyak berhadapan dengan layar gadget dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk mengenali emosi," ungkap Bhargava.

Baca Juga: Berniat Banggakan Orangtua, Calon Tentara Muda Ini Pulang Tanpa Otak dan Jantung

Bhargava mengungkapkan ketidakmampuan mengenali emosi oleh anak ini berdampak buruk bagi kehidupan sosial mereka.

"Kita tahu sebagai orang dewasa betapa pentingnya untuk dapat merasakan apa yang dirasakan atau dipikirkan seseorang dalam hubungan pribadi dan profesional. Sedangkan pada anak yang biasa bermain gadget mereka akan kesulitan untuk mengenali hal itu," tambahnya.

Bhargava pun mengungkap gadget dapat mengganggu pola tidur. "Cahaya biru dari layar memengaruhi melatonin dan tidur," jelasnya.

Bhargava sendiri sebenarnya tidak melarang anak berienteraksi dengan gawai. Hanya saja perlu ditegakan aturannya.

Karenanya anak menggunakan gawai bisa menjadi hal positif jika ada penyeimbangnya.

“Penyeimbang yang menarik dan postif bagi anak, adalah bermain aktif permainan tradisional bersama orangtua juga teman-teman di luar ruang,” Rays Mitchelle Subagio Putro, Brand Manager Combantrin, saat sharing dan wawancara dengan GridHEALTH.id (20/8) di kantor PT. Johnson & Johnson Indonesia.

Baca Juga: Awalnya Bantah Nikahi Pedangdut Muda, Glenn Fredly Tertangkap Basah Peluk Wanita Ini Sambil Nikmati Musik

Coba kita lihat, permainan tradisional sebagian besarnya ada gerakan lari. Ini adalah sebuah aktivitas olahraga. Ini adalah aktivitas menyenangkan bagi anak usia balita, hingga sekolah.

Nah, dari satu aspek kecil ini saja anak akan terpupuk dalam dirinya gaya hidup sehat dan nilai-nilai positif berolahraga.

Mengutip laman Real Buzz kebiasaan berlari pada anak ternyata dapat memperkuat tulang dan otot mereka, serta membantu meningkatkan koordinasi tubuh, dan melatih sistem kardiovaskular.

Seorang pakar olahraga John Rowley berpendapat, olahraga dapat meningkatkan harapan hidup, menurunkan risiko gangguan kesehatan, mendongkrak performa di sekolah, serta membentuk karakter.

Adapun mengenai alasan orangtua banyak yang melarang anaknya main di luar rumah karena takut cacingan, sebenarnya tidak mendasar.

Baca Juga: Awalnya Flu Berat hingga Mangkir Dua Pertandingan, Pelatih Baru Juventus Maurizzio Sarri Divonis Idap Pneumonia

Memang benar, papar Mitchelle, berdasarkan data WHO 2016, sekitar 55 juta anak Indonesia masih beresiko menderita penyakit kecacingan, atau biasa disebut cacingan, dan membutuhkan pengobatan pencegahan infeksi cacingan.

Anak yang menderita cacingan akan mengalami gangguan kesehatan, gizi buruk, tingkat kecerdasan menurun, serta produktivitas rendah bagi penderitanya.

“Tapi kita sebagai orangtua harus ingat, kecacingan merupakan penyakit yang mudah untuk dicegah dan diatasi, sehingga seharusnya tidak ada hambatan bagi anakanak untuk terus aktif bermain di luar ruangan,” jelas Mitchelle.

Jadi sebenarnya, beriman di luar secara aktif dengan orangtua bisa juga mendidik anak tentang pola hidup sehat dan bersih. Mencuci tangan dan kaki usai bermain. Cuci tangan sebelum makan dan minum. Juga rutin mengonsumsi obat cacing sesuai anjuran.

Baca Juga: Annisa Pohan Unggah Foto Bersama Sepiring Sajian Ini, Warganet: ' Almira Mau Punya Adek Nih'

Selain itu, Devy A. Yheanne, Country Leader, Communications & Public Affairs Pt. Johnson & Johnson, dalam kesempatan yang sama mengatakan, “Permainan tradisional anak Indonesia itu kaya, banyak, dan beragam, sayang jika sampai tergerus permainan modern.”

Padahal, permainan tradisional kata nilai luhur bangsa dan budaya Indonesia, juga sarat filosofi pendidikannya, dan tentunya menunjang tugas perkembangan anak.(*)