GridHEALTH.id – Salah satu cara terbaik untuk mengolah daging sebelum dikonsumsi ialah memasaknya sampai benar-benar matang.
Selain dimasak hingga benar-benar matang, kualitas daging pun juga perlu diperhatikan sebelum diolah.
Hal-hal tersebut dilakukan dalam upaya untuk mencegahnya penyebaran cacing parasit, terutama pada daging babi dan sapi.
Namun, selain daging babi dan sapi, ternyata cacing parasit pun juga bisa terdapat dalam kepiting dan lobster. Infeksi yang disebabkan cacing ini dinamakan paragonimiasis.
Baca Juga: Berita Kesehatan Kecacingan: Cacing Guinea, Infeksi Cacing Ganas yang Bisa Sebabkan Kulit Melepuh
Paragonimiasis adalah infeksi cacing pipih yang disebabkan oleh makan kepiting atau lobster yang belum matang.
Infeksi cacing pipih ini dapat menyebabkan penyakit yang menyerupai pneumonia (infeksi paru) atau flu perut. Infeksinya dapat berlangsung bertahun-tahun.
Paragonimiasis disebabkan oleh infeksi cacing pipih yang kadang disebut cacing paru karena biasanya menginfeksi paru-paru.
Biasanya, infeksi muncul setelah makan kepiting yang belum matang atau lobster yang membawa cacing yang belum dewasa.
Baca Juga: Berita Kesehatan Kecacingan: Infeksi Cacing Pita Ternyata Bisa Menyebabkan Kista
Setelah seseorang menelannya, cacing itu tumbuh besar dan dewasa di dalam tubuh.
Selama berbulan-bulan, cacing itu menyebar melalui usus dan perut. Mereka menembus otot diafragma untuk memasuki paru-paru.
Begitu berada di dalam paru-paru, cacing-cacing itu bertelur dan dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun, menyebabkan paragonimiasis kronis (jangka panjang).
Infeksi cacing pipih ini tidak menyebabkan gejala selama infeksi awal. Kebanyakan orang yang terkena paragonimiasis tidak pernah mengalami gejala apa pun.
Ketika gejalanya terjadi, gejala-gejala itu dihasilkan dari lokasi dan aktivitas cacing dalam tubuh, yang berubah seiring waktu.
Pada bulan pertama atau lebih setelah seseorang terinfeksi, cacing paragonimiasis menyebar melalui perut, kadang-kadang menyebabkan gejala seperti demam, lemas, diare, sakit perut, dan gatal-gatal.
Cacing kemudian berpindah dari perut ke dada. Di sana cacing-cacing itu dapat menyebabkan gejala pernapasan seperti batuk, sesak napas, dan nyeri dada.
Tanpa perawatan, infeksi cacing pipih ini bisa menjadi penyakit kronis, bahkan bisa berlanjut selama beberapa dekade. Gejala paragonimiasis jangka panjang yang paling umum adalah batuk berdarah.
Selain itu, gejala lainnya ialah sakit perut, mual, muntah, diare berdarah, benjolan di kulit perut atau kaki yang muncul kadang-kadang.
Beberapa orang yang terkena paragonimiasis kronis tidak memiliki gejala yang nyata.
Pada kebanyakan orang, infeksi cacing pipih ini dapat disembuhkan dengan obat antiparasit.
Baik praziquantel dan triclabendazole, kedua obat tersebut telah disetujui untuk pengobatan paragonimiasis.
Praziquantel diminum tiga kali sehari selama dua hari, sementara triclabendazole diminum dua kali sehari, dengan waktu jeda 12 jam.
Baca Juga: Berita Kesehatan Kecacingan: Tak Perlu Obat, 3 Bahan Alami Rumahan Ini Bisa Sembuhkan Cacingan
Walaupun jarang terjadi, cacing paragonimiasis dapat menginfeksi otak. Dan dalam kasus seperti ini, mungkin diperlukan pengobatan lainnya, seperti obat anti-kejang atau operasi untuk mengurangi pembengkakan otak. (*)
#berantasstunting