GridHEALTH.id - Pandemi virus corona (Covid-19) seakan terus menjadi pusat perhatian publik.
Berdasarkan data dari CSSE John Hopkins University, lebih dari 275.000 orang di 166 negara di dunia terinfeksi virus corona.
Alih-alih ingin cepat menyembuhkan masyarakatnya, beberapa negara pun memberlakukan penggunaan obat-obatan yang diniliai dapat mengurangi gejala infeksi virus corona.
Baca Juga: Stafnya Isolasi Diri, Donald Trump Malah Foto Bersama Pejabat Brasil yang Positif Virus Corona
Misalnya saja Amerika yang berniat menggunakan obat malaria, Hydroxychloroquine untuk menyembuhkan infeksi tersebut.
Belum lama ini sang Presiden Donald Trump menjelaskan bahwa obat ini akan digunakan untuk menanggulangi psien Covid-19 di Amerika Serikat.
Baca Juga: 4 Minuman Detoks yang Bantu Keluarkan Racun yang Mengendap Dalam Tubuh
Hydroxychloroquine merupakan obat yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi malaria yang disebabkan oleh gigitan nyamuk, melansir WebMD.
Obat ini juga digunakan, biasanya dengan obat lain, untuk mengobati penyakit autoimun tertentu (lupus, rheumatoid arthritis) ketika obat lain tidak bekerja atau tidak dapat digunakan.
Itu milik kelas obat yang dikenal sebagai obat antirematik pemodifikasi penyakit (DMARDs).
Baca Juga: Akhir Tragis Pria Penyebar Virus Corona di Jepang, Setalah Alami Penyakit Mematikan
Obat ini dapat mengurangi masalah kulit pada lupus dan mencegah pembengkakan atau nyeri pada radang sendi, meskipun tidak diketahui persis bagaimana obat itu bekerja.
Hydroxychloroquine biasanya diminum bersama makanan atau susu untuk mencegah sakit perut.
Obat ini biasanya dimulai 2 minggu sebelum memasuki daerah dengan malaria.
Minumlah sekali seminggu saat berada di area tersebut, dan teruskan selama 4 hingga 8 minggu setelah meninggalkan area tersebut atau sesuai petunjuk dokter.
Namun di tengah langkah Amerika yang bersiap menggunakan obat malaria tersebut, pemerintah Indonesia malah seakan mengharamkan penggunaan obat tersebut.
Menurut Achmad Yurianto selaku juru bicara pemerintah atas kasus virus corona (Covid-19) melarang pembelian, penyimpanan, dan penggunaan obat tersebut.
"Chloroquine digunakan untuk penyembuhan bukan untuk pencegahan. Tidak perlu ini obat disimpan, obat ini obat keras.
Baca Juga: Jenazah Korban Corona Bisa Menularkan Virus, Ini Protokol Pengurusan Jenazah Covid-19 yang Benar
"Kami mohon jangan sampai ada persepsi yang salah bahwa obat ini sebagai pencegahan, jangan berbondong-bondong untuk beli," ujar Yuri saat jumpa pers di Gedung BNPB Jakarta, Sabtu (21/3/2020).
Melansir laman WebMD, Chloroquine atau Hydroxychloroquine memiliki berbagai efek samping, seperti penglihatan kabur, mual, muntah, kram perut, sakit kepala, dan diare.
Bahkan efek samping serius, termasuk:
- Pemutihan warna rambut atau kerontokan rambut- Perubahan mental atau suasana hati (seperti kebingungan, perubahan kepribadian, pikiran atau perilaku yang tidak biasa, depresi)- Perubahan pendengaran (seperti dering di telinga, gangguan pendengaran)
Baca Juga: 4 Hari Usai Nyatakan Terinfeksi Virus Corona, Artis Cantik Ini Membaik dengan Konsumsi Obat yang Mudah Ditemukan di Pasaran- Penggelapan kulit atau jaringan di dalam mulut, kondisi kulit yang memburuk (seperti dermatitis, psoriasis)- Tanda-tanda infeksi serius (seperti demam tinggi, kedinginan parah, sakit tenggorokan persisten).
Sementara itu, Komisaris FDA Stephen Hahn dengan hati-hati menanggapi pernyataan Presiden AS Donald Trump tentang pekerjaan timnya untuk mengembangkan perawatan untuk virus corona.
"FDA berkomitmen untuk terus memberikan fleksibilitas dan panduan regulasi, tetapi izinkan saya menjelaskan satu hal: tanggung jawab FDA kepada rakyat Amerika adalah memastikan bahwa produk-produknya aman dan efektif," katanya dikutip dari CNN.
Baca Juga: Ilmuwan di Dunia Ungkap Kenapa Virus Corona BIsa Menyebar ke Manusia
Terlepas dari itu, Ikatan Dokter Indonesia juga menyatakan bahwa Chloroquine ini juga tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh orang-orang yang ingin mencegah penularan virus corona (Covid-19). (*)
#berantasstunting #hadapicorona