Find Us On Social Media :

Pemerintah Borong 40 Ribu Alat Rapid Test, Jubir Presiden Kena Semprot Dokter Erlina Burhan: 'Tes Ini Bukan untuk Mendiagnosis Virus Corona'

Jubir Presiden kena semprot dokter spesialis paru

GridHEALTH.id - Kemelut panjang pandemi virus corona (Covid-19) hingga kini memang tak ada habisnya.

Bukan saja karena simpang siur pemberitaan mengenai pengobatannya, kini pihak pemerintah dan dokter pun ikut berkecamuk memperdebatkan fungsi dari alat kesehatan yang diborong pemerintah.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu beredar kabar bahwa anggota DPR memborong 40.000 rapid test corona dari Wuhan.

Baca Juga: Ridwan Kamil Gerak Cepat, Ini 3 Lokasi Rapid Test Covid-19 di Jawa Barat

Hal ini pun dibenarkan oleh Jubir Presiden, M. Fadjroel Rachman.

Sayangnya, tindakan pemerintah tersebut ditolak mentah-mentah oleh seorang dokter spesialis paru RSUP Persahabatan sekaligus Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dr. Erlina Burhan Sp.P (K), MSc, PhD.

Baca Juga: Tak Ada Obat dan Vaksinnya, China Kembali Digegerkan dengan Hantavirus Ditengah Pandemi Virus Corona

Dalam tayangan Indonesia Lawyer Club yang tayang pada Selasa (24/3/2020), dr. Erlina mengatakan bahwa alat tes corona ini tidak bisa digunakan untuk mendiagnosis seseorang terinfeksi Covid-19.

"Pak Fadjroel mengatakan tes cepat (rapid test serology) sudah dibeli. Saya ingin katakan sekali lagi ya, rapid test serology yang dibeli itu bukan untuk diagnosis (virus corona)," terangnya.

Erlina menyayangkan bahwa tindakan pemerintah yang memborong 40 ribu alat tes corona tersebut malah menciptakan kepanikan tersendiri di kalangan masyarakat.

Baca Juga: Diusir dari Indekos Usai Tangani Pasien Virus Corona, Para Dokter dan Perawat Dikucilkan Masyarakat hinga Anak-anaknya Kena Bullying

"Karena saya dengar masyarakat panik. Semua pesan rapid test (secara) online, bahkan saya dengar ada suatu perumahan yang iuran mau membeli rapid test," tambah Erlina.

Perlu diketahui, Food and Drug Administration (FDA) menyatakan bahwa rapid test ini akan memunculkan hasil selama 45 menit.

Namun perlu digarisbawahi bahwa rapid test ini hanya boleh digunakan pada orang yang memiliki gejala, seperti batuk kering disertai demam dan kesulitan bernapas.

Baca Juga: 17 Hari Lalu Bertemu Idris Elba, Pebalap Lewis Hamilton Tolak Lakukan Tes Corona, Kenapa?

Bahkan pada orang-orang dengan gejala radang paru-paru (pneumonia) juga diharuskan untuk menjalani rapid test serology.

Sementara itu, menurut dokter spesialis paru tersebut, cara kerja alat tes cepat corona itu hanya untuk melihat antibodi.

"Ingin saya sampaikan rapid test ini tidak untuk mendiagnosis, tapi untuk melihat sudah ada antibodi.

"Nah, diingat lagi antibodi ini terbentuk kalau ada gejala. Kalau orang tidak bergejala diperiksa rapid test (hasilnya) negatif.

"Kalau seseorang dalam masa inkubasi, diperiksa rapid test serology yang antibodi ini belum ter-detect, jadi seolah-olah negatif," ungkap dr. Erlina Burhan.

Baca Juga: Hari Tuberkulosis Sedunia: Indonesia Duduki Peringkat Ketiga Penderita TBC di Dunia, Pemerintah Gencarkan 3 Langkah Pencegahannya

Tak hanya itu, Erlina pun mengkhawatiran jika masyarakat awam ikut membeli alat tersebut malah akan memunculkan kembali acara perkumpulan.

"Nah nanti masyarakat kadung (terlanjur) bahagia, gembira bahwa dia negatif (Covid-19), lalu bikin lagi keramaian, bikin pesta lagi, jalan-jalan lagi.

"Padahal mungkin dalam masa inkubasi. Nanti suatu masa bergejala lagi, menularkan pada yang lain, jadi tidak ada habis-habisnya," terangnya.

Menurut WHO dan CDC, masa inkubasi virus corona dapat berlangsung selama 1-14 hari, namun seseorang bisa menunjukkan gejala sekitar 5 hari setelah terinfeksi.

Bahkan kini, beberapa orang diktehaui tidak menunjukkan gejala virus corona tetapi dirinya bisa jadi dinyatakan positif.

Baca Juga: Kesal Lantaran Namanya Tercatat dalam Data Pasien Positif Covid-19 yang Bocor, Pria Ini Minta Cuitannya di Viralkan

Keputusan dr Erlina Burhan yang tak setuju dengan tindakan pemerintah yang akan melakukan rapid test pada seluruh masyarakat.

"Saya enggak setuju seluruh masyarakat Indonesia akan dites. Tapi harus dikonfirmasi lagi dengan PCR (Polymerase Chain Reaction). Ini buat saya akan makan waktu panjang, kedua boros juga dalam biaya," ujarnya.

Berdasarkan National Human Genome Research Institue, polymerase chain reaction (PCR) adalah teknik laboratorium yang digunakan untuk memperkuat urutan DNA.

Baca Juga: Tak Ada Obat dan Vaksinnya, China Kembali Digegerkan dengan Hantavirus Ditengah Pandemi Virus Corona

Teknik ini dapat menghasilkan satu miliar salinan urutan target hanya dalam beberapa jam.

Dalam kasus untuk mengonfirmasi infeksi virus corona, polymerase chain reaction konon bisa menuunjukkan hasilnya 5 jam setelah melakukan pengambilan darah. (*)

 #hadapicorona #berantasstunting