GridHEALTH.id - Senasib dengan negara -negara yang terkena wabah virus corona penyebab Covid-19, Jepang juga mengalami hal yang sama.
Total korban positif virus corona di Jepang, hingga Minggu 28 Maret 2020, tercatat 1020. Namun yang mengagumkan, jumlah yang meninggal sejak virus corona masuk di pertengahan Februari, hingga kini tercatat "hanya" 42 orang. Dan dalam seminggu ini tidak dilaporkan adanya korban baru yang tewas.
Mengapa Jepang terlihat "adem ayem" dan normal di saat seluruh dunia mati? Seorang mahasiswa India yang sedang menempuh studi di Jepang memberikan kesimpulannya setelah mengamati kehidupan orang Jepang.
"Ketika Jepang dihantam virus corona, orangtua saya meminta saya untuk kembali ke India selama beberapa bulan dan kembali setelah virus itu reda. Tapi saya enggan karena di Jepang semuanya normal sampai hari ini.
Kami pergi ke kantor setiap hari, kami pergi ke semua layanan penting. Orang-orang tetap duduk-duduk di taman. Tidak ada restoran yang ditutup. Tidak ada mal yang ditutup. Tidak ada lockdown. Kereta metro bergerak normal. Kereta cepat Shinkazen juga tetap melaju kencang.
Jepang juga memiliki persentase lanjuit usia yang tinggi seperti Italia. Tokyo memiliki jumlah orang asing terbanyak. Hanya layanan yang dihentikan adalah sekolah dan acara publik.
Baca Juga: Dua Peneliti Universitas Airlangga Temukan Suplemen Lawan Virus Corona
Di beberapa negara yang padat penduduknya, digaungkan semua teori tentang memutus rantai penularan. Lockdown membunuh proses rantai untuk negara padat seperti negaraku, India. Tetapi Tokyo adalah kota paling padat di dunia dan bagaimana cara mengontrolnya?
Kami menjalani kehidupan normal seperti biasa. Saya justru takut ketika melihat perkembangan dan berita tentang Covid-19 dari India.
Saya lalu menganalisis mengapa kehidupan mereka tetap normal. Mungkin karena budaya orang Jepang di mana aturan yang disarankan untuk mencegah virus corona sudah dipraktikkan oleh mereka sejak kecil."
1. Orang Jepang selalu memakai masker ketika mereka bepergian atau keluar rumah
Biasanya kita melihat 60% penduduk Jepang, khususnya di kota-kota besar memakai masker setiap hari pada hari-hari normal. Bahkan bila mereka merasa akan flu, mereka akan membawa masker yang banyak di sakunya.
Ini adalah budaya mereka yang membantu menghentikan penyebaran dan memotong rantai.
Biasanya setiap orang yang menghadapi publik seperti resepsionis, petugas pemerintah, dokter, perawat, kepala stasiun, staf kereta api, polisi, petugas kebersihan, dll mengenakan masker setiap hari di tempat kerja.
Selama musim dingin anak-anak mengenakan masker setiap hari sehingga mereka tidak mengganggu orang lain ketika mereka kedinginan.
Baca Juga: Perintah Kemendagri Kepada Seluruh Kepala Daerah, Pendanaan Penanganan Covid-19 Dibebankan ke APBD
Di setiap rumah di Jepang, orang memiliki kotak masker kodomo (untuk anak-anak) dan kotak masker normal untuk orang dewasa.
2. Mereka tidak membuang sampah sembarangan
Mereka menggunakan tempat sampah hanya untuk membuang sampah atau meludah. Kebersihan adalah bagian dari budaya mereka. Mereka diajarkan bagaimana menjadi bersih dan berperilaku baik di muka umum sebelum belajar mengenal huruf di sekolah.
3. Mereka tidak berjabat tangan tetapi tunduk saat bertemu
Sungguh sebuah kebiasaan yang sangat membantu agar tak tertular virus. Tak ada kontak fisik pada telapak tangan yang merupakan salah satu media virus.
4. Mencuci tangan adalah bagian dari budaya
Jepang memiliki sabun dan pembersih di toilet umum, pintu masuk kantor dan biasanya di setiap ruang publik. Menggunakan pembersih semacam hand sanitizer cukup umum yang dapat mencegah penyebaran virus.
Di toilet orang-orang mencuci tangan mereka dan juga membersihkan dan menyeka area wastafel sesudahnya untuk membuat nyaman pengguna berikutnya.
Baca Juga: Dulu Tentang Anies Baswedan Lockdown Jakarta, Kini Dokter Tirta Minta Viralkan Karantina Wilayah
Mereka juta selalu membawa wadah berisi tisu basah untuk membersihkan tangan bila tidak ada wasfafel.
5. Mereka biasanya menjaga jarak sosial dengan semua
Orang Jepang menghindari duduk atau berdiri terlalu berdekatan bila masih ada ruang yang kosong. Duduk atau berdiri terlalu dekat dianggap mengganggu karena seolah intervensi pada privasi orang lain. (*)
#berantasstunting #hadapicorona