GridHEALTH.id - Penerapan pembatasan aktivitas dan sosial cukup berdampak pada jumlah pasokan stok darah yang diterima Palang Merah Indonesia (PMI) di tengah pandemi Covid-19 ini.
Dokter Salimar Salim, MARS, Kepala PMI DKI Jakarta, mengatakan bahwa penurunan telah mencapai sekitar 70% dari jumlah kantong yang didapat per harinya.
"Jadi kalau misalnya kita dapat 1000 kantong per hari, ini kita dapat 300 kantong. Itu jelas sangat miris, karena memang kebutuhdan darah itu tidak pernah berhenti," jelasnya melalui sambungan telepon, Rabu (1/4/2020), dikutip dari merdeka,com
Biasanya, menurut Salimar, dalam sehari, dengan cara jemput bola atau pendonor datang ke kantor PMI, bisa memenuhi 1000 kantong darah per hari untuk rumah sakit-rumah sakit di DKI Jakarta.
"Kita merasakan awal Maret sudah mulai banyak yang membatalkan, dengan alasan tidak boleh bergerombol, berkumpul banyak, jadi kita nggak berani, tidak menjamin kesehatan dari pendonor," katanya.
Kebutuhan darah, menurutnya, akan selalu ada, selain untuk operasi-operasi, juga untuk pasien penyakit lainnya seperti talasemia, kanker, dan lainnya yang membutuhkan transfusi darah.
Baca Juga: Virus Corona Mudah Menular, Benarkah ke Supermarket Juga Berisiko?
Baca Juga: Sebelum Donor Darah Wanita Wajib Konsumsi Suplemen Zat Besi, Ini Alasannya
Jemput bola tetap dilakukan dengan menerapkan standar preventif seperti menyediakan thermal scanner.
Sehingga siapapun baik karyawan, tamu, maupun donor yang memiliki suhu di atas 37,5 derajat celsius akan diminta pulang dan diberikan masker.
Setelah itu diminta juga mencuci tangan menggunakan sabun, disediakan hand sanitizer, pendonor akan diminta untuk mengisi formulir yang juga di dalamnya ada pernyataan apakah pernah ke luar negeri di negara yang terdampak.
Ketika antre, jarak juga diatur sedemikian rupa agar berjarak kurang lebih satu meter. Seluruh karyawan juga harus mengenakan alat pelindung diri (APD) ketika berhadapan dengan donor. Selain itu, PMI juga mengupayakan kebersihan tempat.
Di gedung PMI juga dibagi dua area, yaitu yang di bawah untuk pemeriksaan dokter dan mengisi formulir.
Sementara di atas hanya untuk pengambilan darah, dengan catatan juga dilakukan social distancing.
"Dengan kami imbau seperti ini, masyarakat mulai paham. Bahwa kita juga menjaga kesehatan para pendonor yang datang," kata Salimar.
Baca Juga: Sinar Matahari Sehat Bagi Tubuh, Begini Cara Menikmatinya yang Aman
Di lain kesempatan Wakil Kepala Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia Provinsi DKI Jakarta, Ni Ken Ritchie mengatakan, pendonor darah tak perlu cemas terkait bakal menularkan Covid-19.
"Yang lolos (melakukan) donor darah adalah orang sehat, tanpa gejala COVID-19. Walaupun positif tanpa gejala, akan aman untuk pasien yg ditransfusikan," ungkap Wakil Kepala Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia Provinsi DKI Jakarta, Ni Ken Ritchie, dikutip dari suara.com
"Ini karena virus Corona tidak menular lewat transfusi darah. Untuk proses donor darahnya agar aman, dianjurkan memakai masker setiap saat selama proses berlangsung.
Ni Ken menegaskan, virus Corona COVID-19 menular lewat percikan (droplet). Hingga saat ini belum ada informasi penularan Corona lewat darah. Untuk calon pendonor darah yang tidak punya gejala Corona boleh saja donor darah.
"COVID-19 menular lewat droplet, bukan darah. Calon donor yang tidak menunjukkan gejala dan tidak memiliki risiko (Corona dan penyakit lain) berdasarkan hasil self assessment yang memang membutuhkan kejujuran dalam mengisinya, dapat mendonorkan darah," Ni Ken menegaskan.
Sementara agi orang yang sudah suspek dan positif harus menunda donor darah sampai 28 hari. Intinya, calon pendonor harus sehat sepenuhnya.
Terkait darah, ada imunoglobulin yang merespons Corona. Ini digunakan buat rapid test. Apakah ada pemeriksaan secara ketat terhadap darah yang sudah diambil dari pendonor?
Baca Juga: 6 Tanda Dini Serangan Stroke, Tekanan Darah Tinggi Salah Satunya
Baca Juga: Studi : Susu, Yoghurt dan Keju Dapat Mencegah Risiko Munculnya Stroke
Ni Ken menyampaikan, imunoglobulin terhadap virus COVID-19 adalah antibodi yang terbentuk terhadap virus tersebut.
"Namun, pemeriksaan yang menentukan seseorang sakit (terinfeksi Corona) atau tidak adalah pemeriksaan PCR. PCR menggunakan bahan yang diuji atau sampel dari swab yang diambil lapisan saluran napas melalui hidung," ujar Ni Ken.
"Jadi, bukan dari darah. Karena virus tidak terdeteksi dalam darah. Bukan juga pemeriksaan antibodi imunoglobulin yang menjadi penentu sakit atau tidak."
Baca Juga: 3 Jenis Kontrasepsi Aman Setelah Melahirkan, Tak Mengganggu ASI
Baca Juga: Kabar Baik Bagi Penderita Diabetes yang Enggan Disuntik, Insulin Dalam Bentuk Tablet
Ni Ken menyatakan bahwa Organisasi Kesehatan (WHO), negara-negara Eropa, maupun Food and Drug Administration Amerika telah menyatakan tidak diperlukan pemeriksaan antibodi terhadap virus Corona untuk darah donor. (*)