Find Us On Social Media :

Makan Serangga Seperti Jangkrik dan Ulat Sutra, Antioksidannya Melebihi Jeruk Untuk Melawan Kanker

Makan serangga bisa menghindari kita dari kanker. Buktinya, ulat sutera mengandung 5 kali lipat antioksidan lebih banyak dari jambu.

GridHEALTH.id - Memang kesannya menjijikkan, tetapi siapa sangka makan serangga seperti semut, belalang, dan ulat sutera ternyata dapat melindungi dari kanker.

Alasannya, karena serangga memiliki lebih banyak antioksidan daripada jus jeruk menurut ilmuwan.

Penelitian menemukan beberapa jenis serangga mengandung lebih banyak antioksidan daripada jus jeruk dalam sebuah penelitian dengan mencampur serangga yang digiling ke minuman, seperti dikutip dari laman Medical News Today (19/07/20). 

Antioksidan, seperti vitamin, mengurangi perkembangan radikal bebas yang berpotensi berbahaya dalam tubuh, kata para ilmuwan, dan melindungi dari kerusakan DNA.

Seorang peneliti mengatakan hampir seperempat orang di dunia sudah makan serangga dan sisanya mungkin baik untuk mengatasi mual mereka dan mengikutinya. 

Para ilmuwan di Universitas Roma meneliti berbagai serangga termasuk semut, belalang, jangkrik, dan ulat sutra.

Baca Juga: Melihat Serangga Ini, Peneliti LIPI Langsung Keluarkan Pernyataan Bikin Heboh, 'Kiamat Sudah Dekat'

Baca Juga: Cek Fakta, Manakah yang Lebih Sehat, Anggur Merah atau Anggur Hijau?

Mereka kemudian menguji bubuk serangga tersebut untuk mengetahui berapa banyak antioksidan, yakni senyawa seperti vitamin A, C dan E dan beta-karoten ada di dalamnya. 

Hanya bagian terlarut dari serangga yang digunakan, sayap dan sengatnya dilepas terlebih dahulu dengan pandangan bahwa itu bisa dikonsumsi sebagai minuman. 

Tes tersebut mengungkapkan ulat sutera, ulat bulu Afrika dan jangkrik raksasa memiliki antioksidan dua kali lebih banyak daripada minyak zaitun.

Penelitian juga menemukan, jangkrik bubuk, belalang, dan ulat sutra memiliki antioksidan lima kali lebih banyak dibandingkan jus jeruk yang terkenal bergizi.

"Makan serangga dipercaya mendapat sumber protein, asam lemak tak jenuh ganda, mineral, vitamin dan serat yang sangat baik," kata ilmuwan Profesor Mauro Serafini, dilansir dari laman Daily Mail, Selasa (16/07/20). 

Penggunaan obat hewan, terutama serangga, telah digunakan secara tradisional di seluruh dunia dan masih dimasukkan ke dalam pengobatan modern di beberapa negara. 

Kumbang telah direkomendasikan untuk sembelit, misalnya, sutra laba-laba untuk penyembuhan luka, dan belalang untuk meredakan sakit kepala. 

Baca Juga: Kurus Tetapi Menderita Kolesterol Tinggi, Ternyata Akibat Hal Ini

Baca Juga: Herpes Genital Tak Bisa Diobati Tuntas, Ini Pentingnya Menjaga Kebersihan Organ Intim

Sementara banyak sekarang dianggap pseudosain, beberapa telah terbukti secara ilmiah memiliki potensi, seperti madu lebah yang telah ditemukan memiliki sifat antibiotik dan anti-inflamasi dalam beberapa penelitian. 

Ada sedikit penelitian medis yang dilakukan sejak penemuan revolusioner antibiotik. Banyak obat yang mengandung bahan-bahan yang berasal dari hewan, biasanya babi atau sapi. Ini termasuk beberapa insulin, vaksin dan suplemen enzim pankreas. 

Cairan tubuh alami hewan lain sedang dalam penelitian, seperti racun dari katak Sungai Colorado. Senyawa psikedelik, yang disebut 5-MeO-DMT menjanjikan untuk mengobati kecemasan dan depresi, kata para peneliti di Universitas Johns Hopkins. 

Ada pula racun kalajengking mengandung dua bahan kimia yang ditemukan para ilmuwan dari Universitas Stanford yang memiliki kemampuan antibakteri. Mereka membunuh bakteri pada tikus tanpa efek beracun. 

Tetapi sampai sekarang, tidak ada yang membandingkannya dengan makanan fungsional klasik seperti minyak zaitun atau jus jeruk dalam hal aktivitas antioksidan. 

Baca Juga: Sering Buang Gas, Lakukan Hal Ini Agar Terhindar dari Perut Kembung

Baca Juga: Gemuk Pemicu Psoriasis, Turun Berat Badan Akan Perbaiki Kualitas Hidup

"Di masa depan, kita mungkin juga mengadaptasi rejimen diet untuk makan serangga demi meningkatkan kandungan antioksidannya untuk konsumsi hewan atau manusia," kata peneliti.(*)