Kritik terhadap saran jarak itu menyatakan bahwa orang harus menjaga jarak setidaknya 2 meter. Mereka mengkritik penelitian yang ditugaskan oleh WHO di mana menyarankan pengurangan jarak fisik dari 2 meter menjadi 1 meter.
Pelonggaran jarak fisik itu mengklaim hanya akan meningkatkan risiko kecil infeksi, dari 1,3 % menjadi 2,6%.
Tetapi para ilmuwan yang menyelidiki pekerjaan tersebut menemukan kesalahan yang mereka yakini melemahkan temuan sampai dianggap tidak dapat diandalkan.
"Analisis risiko infeksi pada 1 meter versus 2 meter harus ditangani dengan sangat hati-hati," kata Prof David Spiegelhalter, ahli statistik di Universitas Cambridge yang telah berpartisipasi dalam Kelompok Penasihat Ilmiah untuk Keadaan Darurat pemerintah.
Prof Kevin McConway, ahli statistik terapan di Universitas Terbuka di Inggris melangkah lebih jauh dan menyebut analisis WHO tidak tepat.
"Hasil dari studi yang diminta WHO itu tidak boleh digunakan dalam argumen tentang seberapa besar risiko infeksi pada jarak minimum 1 meter dibandingkan dengan 2 meter," kata McConway.
Studi pelonggaran jarak fisik itu dipublikasikan di Lancet yang kemudian mendapat kecaman dari para ahli.
Baca Juga: Anak Muda Aktif Butuh Asupan Gizi yang Tepat, Susu Bisa Jadi Pilihan
Baca Juga: 3 Hal Tak Disadari Penyebab Ketiak Jadi Hitam, Ini Solusinya
Dalam analisis peneliti, menganggap dampak proporsional pada risiko memotong jarak fisik dari 2 meter ke 1 meter, adalah ide yang merugikan. "Mereka (WHO) memaksakan," kata Spiegelhalter kepada Guardian (12/06/20). (*)
#berantasstunting #hadapicorona