GridHEALTH.id - Praktik menjaga jarak sosial atau social distancing dan pemakaian masker yang selama ini telah diterapkan masyarakat bukan sesuatu yang sia-sia.
Menurut studi yang digagas tim peneliti dari Universitas Texas (UT) MD Anderson, praktik tersebut efektif mencegah penularan kasus Covid-19.
Penelitian menganalisis penyebaran virus corona sebelum dan sesudah adanya kebijakan pemerintah di 46 negara yang memberlakukan aturan memakai masker dan menjaga jarak fisik/sosial.
Aturan-aturan tersebut membantu mengekang kedekatan fisik orang dan mencegah lebih dari 1,5 juta kasus hanya dalam waktu dua pekan.
"Senang mengetahui bahwa orang-orang saling mengingatkan tentang jarak sosial dan beberapa analisis berbasis data menunjukkan dampak dalam beberapa bulan terakhir. Pada kenyataannya, ini menurunkan tingkat infeksi," kata dr Raghu Kalluri, profesor biologi kanker di UT MD Anderson dikutip dari laman Times Now News.
Hasil temuan tersebut dapat membantu pemerintah di negara-negara seluruh dunia dalam pembuatan kebijakan lebih lanjut, termasuk Amerika Serikat yang terdampak paling parah.
Baca Juga: Gelombang Baru Virus Corona Muncul, Pakar Sebut Physical Distancing Perlu Dilakukan Hingga 2022
Baca Juga: Ternyata Ini Penyebabnya Mengapa Pasien Covid-19 Sulit Mencium Aroma
Sebabnya hingga saat ini belum ada vaksin atau pengobatan yang sudah benar-benar terbukti meluas mengatasi virus corona jenis baru itu.
Sejak pandemi virus corona bermula pada pekan terakhir Desember 2019, para ahli menemukan bahwa virus tersebut dapat menyebar dari percikan bersin dan batuk orang yang terinfeksi.
Sejumlah protokol seperti mencuci tangan dan menjaga jarak aman satu sama lain direkomendasikan sebagai tindakan pencegahan.
Orang-orang diminta menjaga jarak sejauh enam kaki atau sekitar dua meter, serta menghindari kerumunan dan tempat-tempat yang ramai.
Pemakaian masker menjadi hal wajib di banyak negara, ditunjang dengan face shield sebagai pelengkap agar lebih aman.
Sebelumnya, para imuwan telah melaporkan kekurangan dalam penelitian yang diminta oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai pengurangan jarak fisik (physical distancing).
Menurut para ilmuwan ini, hal ini berpengaruh terhadap risiko infeksi virus corona bila jarak fisik yang ideal tidak diterapkan.
Baca Juga: Patah Tulang, Ke Dokter Atau Ke Tukang Urut? Ini Jawabannya
Baca Juga: 9 Makanan yang Dapat Mencegah Tulang Keropos Dengan Diet Osteoporosis
Dilansir dari The Guardian, studi tersebut menyatakan penelitian WHO soal pengurangan jarak fisik dari 2 meter jadi 1 meter tidak boleh menjadi acuan.
Kritik terhadap saran jarak itu menyatakan bahwa orang harus menjaga jarak setidaknya 2 meter. Mereka mengkritik penelitian yang ditugaskan oleh WHO di mana menyarankan pengurangan jarak fisik dari 2 meter menjadi 1 meter.
Pelonggaran jarak fisik itu mengklaim hanya akan meningkatkan risiko kecil infeksi, dari 1,3 % menjadi 2,6%.
Tetapi para ilmuwan yang menyelidiki pekerjaan tersebut menemukan kesalahan yang mereka yakini melemahkan temuan sampai dianggap tidak dapat diandalkan.
"Analisis risiko infeksi pada 1 meter versus 2 meter harus ditangani dengan sangat hati-hati," kata Prof David Spiegelhalter, ahli statistik di Universitas Cambridge yang telah berpartisipasi dalam Kelompok Penasihat Ilmiah untuk Keadaan Darurat pemerintah.
Prof Kevin McConway, ahli statistik terapan di Universitas Terbuka di Inggris melangkah lebih jauh dan menyebut analisis WHO tidak tepat.
"Hasil dari studi yang diminta WHO itu tidak boleh digunakan dalam argumen tentang seberapa besar risiko infeksi pada jarak minimum 1 meter dibandingkan dengan 2 meter," kata McConway.
Studi pelonggaran jarak fisik itu dipublikasikan di Lancet yang kemudian mendapat kecaman dari para ahli.
Baca Juga: Anak Muda Aktif Butuh Asupan Gizi yang Tepat, Susu Bisa Jadi Pilihan
Baca Juga: 3 Hal Tak Disadari Penyebab Ketiak Jadi Hitam, Ini Solusinya
Dalam analisis peneliti, menganggap dampak proporsional pada risiko memotong jarak fisik dari 2 meter ke 1 meter, adalah ide yang merugikan. "Mereka (WHO) memaksakan," kata Spiegelhalter kepada Guardian (12/06/20). (*)
#berantasstunting #hadapicorona