Sebagai contoh, India dan Filipina melakukan pengujian Covid-19 empat kali lebih banyak per kapita jika dibandingkan dengan Indonesia.
Sedangkan Amerika Serikat melakukan pengujian 30 kali lebih banyak daripada Indonesia. Dan semua negara tersebut menggunakan tes PCR.
Bandingkan dengan Indonesia yang masih lebih banyak menggunakan rapid test. Pasalnya, studi ilmiah telah menunjukkan bahwa rapid test, yang menguji sampel darah untuk antibodi, ternyata jauh kurang akurat daripada metode PCR atau dikenal juga dengan nama tes swab.
Tes ini dilakukan dengan cara menguji penyeka dari hidung atau tenggorokan untuk mengetahui materi genetik.
Statistik dari Our World in Data, yakni sebuah proyek penelitian nirlaba yang berbasis di Universitas Oxford, menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-83 dari 86 negara yang disurvei untuk keseluruhan tes per kapita.
Sementara itu, komisaris di kantor Ombudsman Indonesia, Alvin Lie, mengatakan kepada Reuters bahwa importir rapid test, termasuk perusahaan besar milik negara dan perusahaan swasta, memperoleh "keuntungan besar" dengan mengenakan biaya kepada konsumen hingga Rp 1 juta, meskipun sebenarnya setiap pengujian hanya berharga sekitar Rp 50 ribu.
Baca Juga: Makan Malam Lebih Awal Bantu Bakar Lemak dan Turunkan Gula Darah
Baca Juga: Studi: Nikotin Membuat Sistem Imunitas Tubuh Jadi Tak Terkendali
"Kekhawatiran kami belum mencapai puncak, puncaknya bisa datang sekitar Oktober dan mungkin belum selesai tahun ini," kata ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Iwan Ariawan kepada Reuters. (*)