Find Us On Social Media :

Kunci Sukses Berantas Stunting, Dinantikan Iklan Edukasi SKM Bukanlah Susu dari Pemerintah

Pemerintah harus segera membuat informasi publik yang mendidik prihal susu kental manis.

GridHEALTH.ID - Dalam rapat virtual mengenai pengentasan kemiskinan 2020, Kamis (10/9/2020), dikutip dari siaran pers, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menekankan, angka stunting setiap tahun harus berada di bawah 680.000.

Hal ini tidak lain agar target penurunan stunting sebesar 14 % pada 2024 dapat tercapai.

Baca Juga: Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Sebut Tes Swab di Puskesmas Gratis, Ini Syaratnya!

Jika angka stunting per tahun sudah di atas 680.000, maka target 14 % tersebut tidak akan tercapai.

Presiden sendiri untuk berantas stunting di Indonesia, menargetkan agar angka stunting saat ini yang berkisar 27 % turun menjadi 14 %.

Karenanya, "Harus ada langkah strategis dan terobosan yang dilakukan untuk mempercepat penurunan agar sesuai target Presiden," papar Muhadjir Effendy.

Baca Juga: Virus Corona Belum Reda, China Dilanda Wabah Norovirus yang Belum Ditemukan Obatnya

Salah satu penyumbang stuntig di Indonesia adalah kesalahan informasi.

Tak terkecuali dalam iklan, juga dalam menjajakan produk di pasaran, yang merupakan salah satu betuk cara komunikasi non verbal.

Contoh kasusnya adalah pada produk yang mengklaim sebuah produk susu padahal bukan.

Produk tersebut adalah SKM alias Susu Kental Manis.

Untuk bisa menyadarkan masyarakat yang selama ini menganggap Kental Manis itu adalah susu, melansir Tribun Kesehatan.com (4 Oktober 2020), pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), bersama Kemenkes RI harus gencar membuat iklan layanan masyarakat.

Baca Juga: Kabar Baik Dari Jokowi; 'Kita Sudah Bisa Menekan Angka Kematian Covid-19'

Seperti apa? Yang tegas menyatakan bahwa kental manis itu bukan susu.

Kenapa ini harus dilakukan? Tidak lain untuk mengimbangi atau menetralisir pemahaman keliru masyarakat yang sudah mengakar terhadap Kental Manis itu adalah susu.

“Sosialisasinya harus gencar dilakukan untuk membuat kesadaran masyarakat secara kolektif. Karena persepsi orang selama ini sudah menganggap bahwa Kental Manis itu adalah susu," Papar Hery Margono dalam keterangnya belum lama ini

Hery Margono, Sekjen Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), yang juga Ketua Komite Penyempurnaan Kitab Etika Pariwara Indonesia (EPI) 2020 pun menyampaikan, "Sosialisasi pemerintah juga harus menerangkan bahwa yang benar-benar dikatakan susu itu seperti apa,” ujarnya.

Baca Juga: Menang Lawan Virus Corona, Donald Trump Akan Mencium Semua Orang

Ciri susu yang benar-benar dikatakan susu, jika susu tersebut kaya protein, kalsium, dan zat gizi lainnya, dan rendah gula, lebih baik lagi tanpa gula, itu layak dibeli untuk anak. Apalagi jika produk tersebut harganya pas di kantong.

Tapi sebaliknya, jika kandungan proteinnya sedikit, zat gizi lainnya sedikit atau bahkan tidak ada, tapi malah gulanya yang tinggi, maka produk susu tersebut sangat tidak layak untuk diberikan kepada anak. Inilah yang ada pada susu kental manis.
 
 
Penting dicatat, anak yang mengonsumsi susu kental manis terus menerus berisiko mengalami obesitas, bahkan kekurangan gizi kronis alias stunting.
 
Malah banyak juga literatur dan pendapat ahli yang menyatakan berisiko mengalami gangguan kesehatan fatal, semisal; diabetes, jantung.

dr. Pittara Pansawira, MGizi, saat diwawancara GridHEALTH.id beberapa waktu lalu mengatakan, kandungan gula dalam satu sajian susu kental manis, terdapat di dalam label, (sekitar 16-19 gram per sajian. Atau sekitar 1 – 1,5 sendok makan gula dalam satu sajian).

Baca Juga: 10 Komorbid yang Memperparah Infeksi Covid-19, Bisa Berujung Kematian

 
"Karenanya susu kental manis tidak disarankan diberikan kepada anak, karena kandungan proteinnya sangat sedikit (hanya 1 gram per sajian. Dibandingkan dengan susu bubuk, yaitu 4-6 gram per sajian) dan gulanya sangat banyak," beber Pittara.
 
Dokter lulusan FK Universitas Brawijaya dan FK Universitas Indonesia ini pun mengatakan, karenanya susu kental manis dapat menyebabkan asupan gula berlebih pada anak, gigi rusak, risiko terkena diabetes, dan kegemukkan pada anak.

Penting diketahui, Saat ini, papar Pittara, di Indonesia sedang mengalami triple burden mengenai masalah status gizi anak.

Yaitu, banyak jumlah anak yang mengalami: status gizi kurang dan stunting, kurang zat gizi mikro (defisiensi zat besi, zinc, vitamin D, kalsium), dan obesitas.

Nah, untuk bisa mengkomunikasikan hal sejauh itu, dalam hal pembuatan iklan layanan masyarakat yang menjelaskan jika susu kental manis bukanlah susu sebenarnya yang dibutuhkan anak, Hery menyarankan agar BPOM melibatkan banyak pihak.

Karena BPOM sebagai Badan Pengawas belum tentu memahami semua permasalahan yang ada, apalagi dalam iklan itu masyarakat juga harus diberi pemahaman bahwa kental manis itu bukan susu.

Baca Juga: WHO : Tak Etis Bila Herd Immunity Dipakai Menghadapi Virus Corona

“Itu tidak gampang, karena yang dibangun itu kesadaran kolektif masyarakat soal Kental Manis itu bukan susu. Karenanya, untuk membuat iklan yang etis dan mendidik itu tidak bisa dilakukan oleh BPOM sendiri," katanya.

Hery Margono menyebut, dibutuhkan pentahelix, yakni BPOM harus kerjasama dengan akademisi, media, komunitas masyarakat, dan swasta, supaya sosialisasi yang dilakukan melalui iklan layanan masyarakat itu bisa menunjukkan hasil.

Kenapa hal itu penting dan baiknya segera dijalankan Pemerintah?
 
Kita harus tahu, jika pembangunan persepsi yang salah terhadap Kental Manis ini telah tumbuh sejak lama.
 
Karenanya hingga saat ini masyarakat masih terus mengonsumsi SKM sebagai minuman pengganti susu untuk anak-anaknya.
 
Hasil penelitian yang dilakukan pada Oktober 2019 oleh Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) didapatkan, iklan produk pangan pada media massa khususnya televisi sangat mempengaruhi keputusan orang tua terhadap pemberian asupan gizi untuk anak.
 
"Sebanyak 37% responden beranggapan bahwa susu kental manis adalah susu, bukan topping. Dan 73% responden mengetahui informasi susu kental manis sebagai susu dari iklan televisi," Jelas Ketua Harian YAICI Arif Hidayat Kamis (24 September 2020), melansir Liputan6.com (24 Septeber 2020).Arif Hidayat pun menyatakan, terbukti televisi menjadi konsumsi harian masyarakat yang berpengaruh terhadap pembentukan persepsi.
 
Iklan sebagai promosi produk yang ditayangkan berulang akhirnya akan memengaruhi persepsi terhadap produk yang diiklankan.
 
 
Salah satu contohnya adalah susu kental manis yang selama ini diiklankan sebagai susu.
 
Karenanya hingga hari ini masih ada masyarakat yang mengonsumsi susu kental manis sebagai susu dan sedihnya diberikan kepada anak-anya, tak terkecuali yang balita.
 
Padahal sudah ada larangan pemberian susu kental manis pada anak dar BPOM."Karenanya, penting juga untuk BPOM menegakkan aturan terkait produk SKM dan cara produsen beriklan di media," papar Hery Margono.(*)
 

#berantasstuting

#HadapiCorona