Find Us On Social Media :

3 dari 10 Penduduk Indonesia Mengonsumsi Gula Garam Lemak Berlebih Setiap Hari, Jakarta Separuhnya

Inilah contoh aneka makanan tinggi Gula Garam Lemak. Pendudu DKI Jakarta setengahnya over mengonsumsi ini.

GridHEALTH.id - Selain sedang diguncang masalah kesehatan infeksi virus corona, Covid-19, sebenarnya Indonesia sudah sejak lama menghadapi masalah kesehatan yang sangat kompleks.

Penyakit Tidak Menular (PTM) semakin meningkat, sementara penyakit menular masih cukup dominan.

Baca Juga: Menristek; Vaksin Merah Putih Lebih Manjur dan Aman, Gunakan Virus Corona Indonesia

Faktor penyebabnya tidak lain karena tidak seimbangnya asupan zat gizi yang dibutuhkan sehari-hari.

Gula Garam dan Lemak (GGL) masih menjadi biang keladi masalah ini di Indonesia.

Pasalnya masyarakat Indonesia masih belum #BijakGGL dalam keseharaiannya.

Padahal, Gula dan Lemak penyumbang kalori, juga Garam yang cenderung membuat orang untuk mengonsumsi makan lebih banyak.

Asal tahu saja, pada 2014 saja, berdasarkan Analisis data Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI), 29,7 persen penduduk Indonesia atau setara dengan 77 juta jiwa sudah mengonsumsi GGL melebihi rekomendasi WHO: gula (>50 gram/hari), garam (>5 gram/hari), dan lemak (>67 gram/hari).

Baca Juga: Cocok Untuk si Kurus, Ini 4 Cara Menggemukkan Badan Secara Alami dan Sehat

Hal ini perlu diantisipasi, mengingat kecenderungan meningkatnya penderita penyakit tidak menular, seperti: obesitas, hipertensi, diabet mellitus, dan stroke.

Untuk menekan jumlah Penyakit Tidak Menular (PTM) tersebut, tidak lain, salah satu upaya vitalnya adalah dengan #BijakGGL.

Berikut alasan ilmiah mengapa semua penduduk Indonesia harus #BijakGGL, seperti dilansir dari Journal of the Indonesian Nutrtition Association, dengan judul Asupan Gula Garam dan Lemak di Indonesia, ditulis oleh Atmarita (1), Abas B. Jahari (2), Sudikno (2), Moesijanti Soekatri (3) dari (1) Institut Gizi Indonesia/IGI, Jakarta, (2) Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Balitbangkes, Kemenkes RI, dan (3) Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II, Jurusan Gizi:

Baca Juga: Siap Edar Awal Tahun 2021, Uji Vaksin Covid-19 Sinovac Dihentikan Lantaran Temui Efek Samping Parah

Konsumsi Gula

Gula yang dikonsumsi sehari-hari akan meningkatkan kalori tanpa zat gizi lainnya.

WHO merekomendasikan konsumsi gula per hari kurang dari 10 persen dari total asupan energi, atau kurang lebih 25 gram per hari untuk kepentingan Kesehatan.

Baca Juga: Jangan Anggap Remeh! Madu Banten Palsu Sebabkan Sakit Jantung hingga Kematian

Penting diketahui, ada dua macam gula yang biasa dikonsumsi, yaitu; gula yang berasal dari buah-buahan, seperti fruktosa, atau berasal dari susu (laktosa), dan gula yang ditambahkan pada makanan dan minuman, seperti gula pasir (sukrosa).

Nah, jenis kedua ini dikenal sebagai ‘added sugar’, yang kemungkinan berkontribusi terhadap kejadian obesitas, dan penyakit kronis lainnya.

Fakta konsumsi gula pria mengonsumsi gula lebih banyak dibandingkan perempuan.

Baca Juga: 4 Cara Mudah dan Alami Atasi BAB Macet yang Minim Efek Samping

Konsumsi gula rata-rata meningkat sesuai dengan bertambahnya usia untuk kedua jenis kelamin.

Jika dikaitkan dengan Permenkes 30/2013, maka proporsi penduduk dengan konsumsi gula >50 g/orang/hari menurut karakteristik dan menurut provinsi masing-masing, penduduk usia 19 tahun ke atas cenderung mengonsumsi gula >50 g/orang/hari (>13%) dibandingkan kelompok umur muda.

Baca Juga: Pendapat Guru Besar Unpad Prihal Vaksinasi Covid-19 di Indonesia yang Segera Dilakukan, Amankah?

Menurut jenis kelamin, proporsi laki-laki yang mengonsumsi gula di atas 50 gram cukup tinggi (15,9%) dibandingkan perempuan (7,1%).

Menurut provinsi, penduduk yang tinggal di DI Yogyakarta, 22,7 persen mengonsumsi gula >50 g/orang/hari, sedangkan angka nasional adalah 11,8 persen, dan yang terendah adalah provinsi Maluku (1,5%).

Baca Juga: Tak Mau Kalah dari Amerika dan Jerman, Vladimir Putin; 2 Vaksin Rusia Efektif Cegah Covid-19 Lebih Dari 90 Persen

Konsumsi Garam (natrium)

WHO merekomendasikan mengurangi asupan natrium untuk upaya menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular, stroke dan penyakit jantung koroner pada orang dewasa.

Lebih lanjut, WHO merekomendasikan asupan natrium (Na) g/hari atau setara dengan untuk usia dewasa.

Dari rata-rata konsumsi garam, penduduk Indonesia sudah mengonsumsi garam >5 g/hari, yaitu (6,68 ± 5,85) g/hari.

Baca Juga: Bahaya Kelebihan Gula Untuk Otak Berdampak Pikun dan Alzheimer

Laki-laki cenderung mengonsumsi garam lebih banyak dari perempuan. Demikian pula penduduk yang tinggal di kota.

Sementara menurut kelompok umur, kelompok usia 13-18 tahun cenderung mengonsumsi garam lebih banyak dari kelompok umur lainnya (7,03 ± 6,65) g/hari.

Rata-rata konsumsi garam per hari cenderung lebih rendah pada kelompok miskin dibandingkan kelompok kaya, dan hanya kelompok penduduk usia 0-4 tahun yang konsumsi garamnya rendah.

Menurut provinsi, seluruh penduduk di Indonesia sudah melebihi rekomendasi (5 g/hari) prihal konsumsi garam.

Baca Juga: Fakta Baru Infeksi Virus Corona, Pasien Covid-19 Berisiko Alami Gangguan Mental Dalam Waktu 90 Hari

Konsumsi garam tertinggi ada di Nusa Tenggara Barat (8 g/orang/hari), dan hanya 5 provinsi (Papua, Gorontalo, Sulut, NTT, dan Maluku) dengan konsumsi garam lebih dari 50 persen penduduk mengonsumsi garam >5 g/hari (53,7%).

Kontribusi terbesar asupan natrium berasal dari kelompok bumbu, termasuk garam. Demikian juga dari kelompok pangan hewani dan olahannya (13,5%).

Baca Juga: Tidak Mau Dikarantina ke Wisma Atlet, Habib Rizieq Langsung Dibawa ke Rumahnya Lantaran Ambruk: 'Kehabisan Tenaga'

Konsumsi Lemak

WHO merekomendasikan asupan lemak sebaiknya tidak melebihi 30 persen dari total energi untuk menghindari pertambahan berat badan yang tidak sehat.

Risiko kejadian Penyakit Tidak Menular (PTM) dapat dihindari dengan mengurangi lemak jenuh sampai kurang dari 10 persen, terhadap total energi.

Permenkes No. 30 Tahun 2013 disebutkan, lemak total per hari tidak boleh melebihi 67 gram.

Baca Juga: WHO Peringatkan Virus Corona Tetap Ada, Siap Menjalin Kerja Sama Lagi Dengan USA

Di Indonesia ada kecenderungan asupan lemak total laki-laki lebih banyak dari perempuan, dan juga penduduk di perkotaan.

Ada kecendrungan pula asupan lemak penduduk dengan sosial ekonomi teratas 1,5 kali lebih banyak dibandingkan penduduk dengan sosial ekonomi terbawah.

Secara nasional 27 persen penduduk Indonesia sudah melebihi batas rekomendasi lemak total per hari. Asupan lemak totalnya sudah melebihi batas rekomendasi 67 gram per hari. 

Fakta lainnya untuk asupan Lemak berlebih di Indonesia;

Baca Juga: 3 Cara Memastikan ASI yang Akan Diberikan Pada Bayi Berkualitas

* Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki dengan asupan lemak total > 67 g/hari lebih banyak (30,8%) dibandingkan perempuan (23,1%).

* Berdasarkan kelompok umur, sepertiga dari anak 5-12 dan 13-18 tahun sudah mengonsumsi lemak melebihi rekomendasi per hari.

* Satu di antara tiga penduduk perkotaan dan satu di antara lima penduduk perdesaan, sudah mengonsumsi lemak melebihi batas rekomendasi.

* DKI Jakarta merupakan provinsi yang asupan lemak penduduknya paling banyak, melebihi rekomendasi per hari (48,7%), dan yang terendah adalah Sulawesi Barat (5,1%).

Adapun penyumbang asupan lemak dari 17 kelompok pangan, mulai dari kelompok serealia dan olahan sampai dengan kelompok suplemen; kelompok daging dan olahan, kelompok minyak dan olahan, dan kelompok pangan komposit.

Baca Juga: Menyelamatkan 80 Juta Anak Indonesia Lebih Utama Daripada Mendengarkan Ajakan yang Tidak Ada Relevansinya

Jadi mengenai GGL ini, penduduk yang berisiko tinggi mengalami PTM jika gabungan dari asupan Gula-Garam-Lemak (GGL) melebihi batas rekomendasi (Gula >50 g/hari, Garam >5 g/hari, dan Lemak >67 g/hari).

Untuk Indonesia, Faktanya 3 dari 10 penduduk Indonesia (29,7%) mengonsumsi GGL melebihi rekomendasi.

Penduduk di DKI Jakarta hampir setengahnya mengonsumsi GGL melebihi rekomendasi.(*)

#Berantasstunting

#HadapiCoron

#BijakGGL