Kedua ramuan ini memiliki prinsip kerja layaknya sekat yang dimasukan pada vagina atau serupa dengan kondom pada kontrasepsi modern. Selain keduanya, melakukan senggama terputus pun kerap dilakukan oleh masyarakat Mesir kuno.
Era Yunani dan Romawi Kuno
Pemakaian kontrasepsi pun juga dikenal pada masa Yunani dan Romawi kuno. Pada masa tersebut, masyarakat kerap menggunakan tanaman raksaksa yang tumbuh di Afrika Utara, Silphium sebagai pencegah kehamilan alami.
Dilansir dari laman Mental Floss, para perempuan juga memasukan wol yang dibasahi oleh jus tanaman ini sebagai pencegah kehamilan. Tak hanya itu, bijinya yang berbentuk hati juga kerap diminum sebulan sekali sebagai pil KB.
Silphium pada masa itu juga dianggap berharga dan penting bagi ekonomi masyarakat, sehingga obat ini terbilang sangat mahal dan bernilai seperti perak. Tanaman ini juga harus diolah di tempat yang cukup jauh dari lokasi pemetikannya.
Era Modern
Berbeda dengan era kuno yang banyak memanfaatkan tanaman dan herbal sebagai ramuan kontrasepsi, era modern justru mengembangkan zat aktif dan hormon tiruan sebagai bahan utama pil KB. Namun, perjalanan pil KB tak semudah yang dibayangkan.
Publikasi Planned Parenthood berjudul The Birth Control Pill a History menyebut pencetus kontrasepsi dan pengendalian kelahiran pertama kali digagas oleh Margaret Sanger. Pada 1916, Margaret membuka klinik pengendalian kelahiran pertama di Amerika Serikat.
Baca Juga: WHO : Kepercayaan Masyarakat Pada Vaksin Covid-19 Penting Untuk Mengakhiri Pandemi
Baca Juga: Waspadai, 6 Situasi yang Menandakan Sudah Terkena Kanker Lambung
Lewat aksinya, para peneliti dan dokter mulai tergerak mengembangkan berbagai inovasi pencegah kehamilan. Hal ini dibuktikan oleh Aletta Jacobs, seorang dokter perempuan di Amsterdam yang berani memberikan diagfragma tanpa persetujuan pada 1882.