Find Us On Social Media :

Positivity Rate Tembus 32,83 Persen, PPKM Jawa-Bali Dianggap Gagal hingga Epidemiolog Sarankan Semua Kantor Ditutup: '100 Persen WFH'

PPKM Jawa Bali dianggap gagal

GridHEALTH.id - Rasio positif atau positivity rate kasus Covid-19 di Indonesia kini telah berada di angka 32,83 persen.

Angka tersebut telah melampaui 6 kali lipat standar positivity rate dari WHO, yaitu 5 persen.

Baca Juga: Catat Rekor Lebih dari 14 Ribu Kasus Baru Covid-19, Epidemiolog: Ini Belum Puncak Corona, Jangan Kaget Kalau 30 Ribu

Persentase positivity rate tersebut telah memecahkan rekor rasio tertinggi kasus positif hari Sabtu (16/1/2021) yang mencapai 31,35 persen.

Positivity rate di Indonesia meningkat akibat adanya penambahan kasus baru Covid-19 sebanyak 11.287 orang pada Minggu (17/1/2021).

Baca Juga: Baru 17 Hari dari Tahun Baru, BMKG Catat Hampir 150 Bencana Alam Landa Indonesia, Ada yang Berpotensi Tsunami

Melihat tingginya angka positivity rate tersebut, upaya pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali juga dinilai gagal.

Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman menilai penerapan PPKM tidak efektif untuk menekan kasus Covid-19 di Indonesia.

"Adanya PPKM juga tidak efektif, karena yang vitalnya 3T tidak optimal," ujarnya.

"Buktinya banyak sekali contoh antara himbauan dan realisasi dalam kebijakan tidak bersinergi. Misalnya jangan bepergian tetapi ada diskon perjalanan, ini adalah bukti yang sudah berkali terlihat, kita tidak ingin klaster tapi ada pilkada dan," tambah Dicky, Minggu (17/01/2020).

Dicky menjelaskan, estimasi terendah kasus harian di Indonesia sudah naik menjadi 50.000 per hari, dan sebelumnya 40.000 per hari.

Dengan penemuan kasus paling tinggi di angka 14.000, masih ada gap kelemahan deteksi kasus.

Baca Juga: Lokasi Syuting Mission Impossible 7 Dijaga Robot Anti Virus Corona

Dicky memperingatkan hal ini bisa berbahaya karena akan menyebabkan lonjakan kasus kesakitan dan kematian.

"Gap (selisih) temuan kasus minimal 40 ribu yang bisa kita temukan, kita baru bisa menemukan seperempatnya, kalau dibiarkan adalah hal yang sangat serius karena penambahan dari kasus yang tidak terdeteksi akan berpola eksponensial dan meledak," katanya.

Sementara, menurut epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono, pemerintah seharusnya kembali melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat di seluruh penjuru Tanah Air.

"Lakukanlah PSBB yang benar jangan pakai nama baru. Ya dibatasi gerak penduduk betul-betul, mobilitas penduduk dibatasi dikurangi, aturan harus diperketat tapi apakah berani, kan nggak mungkin," kata Pandu Riono, Jumat (15/1/2021).

Pandu meminta, penerapan PSBB ketat seperti di bulan Maret 2020 lalu dianggap dapat mempercepat penanganan Covid-19 di Indonesia.

Baca Juga: Gawat, Tim Pencarian Korban dan Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 Reaktif Covid-19

"Seperti dulu waktu pada Maret, ya ikuti pada Maret itu apa, semua sekolah, semua kantor ditutup 100 persen work from home (WFH), semua pusat perbelanjaan ditutupkan."

"Ya persis pada waktu Maret semua dihentikan kalau mau berdampak cepat."

"Kalau masih seperti sekarang longgar," pungkas Pandu.(*)

Baca Juga: Susu Almond Memiliki 5 Kelebihan dan Kekurangan Sebagai Produk Susu

#hadapicorona