Menurut laporan jurnal Nature, virus SARS-CoV-2 rata-rata memiliki tingkat mutasi hingga dua huruf per bulan dalam genomnya. Tingkat mutasi ini hanya sekitar setengah dari influenza dan seperempat dari HIV, yang juga sama-sama berbasis RNA.
Meskipun sebagian besar mutasi virus kecil sifatnya, namun, para peneliti mewanti-wanti kalau akumulasi mutasi yang secara signifikan dapat mengubah sifat-sifat garis keturunan virus dan menjadi varian baru dengan dampak yang merugikan manusia.
Salah satunya adalah mutasi virus corona B.1.1.7 yang jadi salah satu mutasi dengan perubahan terbesar di bagian spike protein yang dicatat para peneliti sejauh ini.
Varian baru itu terbukti lebih cepat menular 50%, dan terindikasi menyebabkan lebih banyak kematian hingga 30%.
Selain dampak pada tingkat penularan dan kematian, sebuah mutasi juga bisa berdampak pada efektivitas vaksin. Contohnya seperti pada varian B.1.351 yang mutasinya mirip B.1.1.7 dan dikenal dengan penularannya yang tinggi.
Respons imun dari vaksin Moderna, misalnya, terbukti kurang kuat ketika menghadapi virus corona B.1.351 yang pertama kali muncul di Afrika Selatan.
Baca Juga: WHO Sesalkan Ada Negara Prioritaskan Vaksin Covid-19 Pada Orang Dewasa Sehat
Baca Juga: 3 Jenis Sakit Kepala 'Harian' yang Sering Muncul dan Cara Mengatasinya
Sedangkan vaksin corona Pfizer tetap bekerja melawan varian itu lewat uji di lab, tetapi kurang efektif. Temuan ini menggarisbawahi kekhawatiran munculnya mutasi virus corona yang bisa berdampak signifikan terhadap perlindungan vaksin.