Find Us On Social Media :

70% Penyandang Diabetes di Indonesia Belum Mencapai Target Kendali Glikemik, Risiko Komplikasi di Depan Mata

Dalam menangani diabetes, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), telah menetapkan bahwa target kendali glikemik HbA1c pasien harus mencapai 7%.

GridHEALTH.id - Diabetes merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia yang kini menjadi salah satu dari sepuluh negara dengan jumlah penderita diabetes tertinggi di dunia pada 2019.

Jumlah penderita diabetes diperkirakan akan semakin meningkat dan perlu adanya intervensi untuk mencegah dan mengelola diabetes. Bila tidak dilakukan, pada tahun 2045, diprediksi kita memiliki 16.6 juta pasien diabetes.

Diabetes adalah suatu penyakit kronis dan progresif, yang membutuhkan tatalaksana yang berkesinambungan, dari perbaikan gaya hidup, hingga penambahan OAD, maupun insulin. ,

Untuk mengatasi jumlah pasien diabetes Indonesia yang semakin meningkat, para ahli kesehatan telah mengembangkan pedoman untuk mencegah dan mengelola penyakit tersebut.

Kendali glikemik penting dalam tatalaksana diabetes, dimana saat pasien diabetes mencapai target glikemik, akan berdampak pada pengurangan risiko komplikasi, serta pembiayaan diabetes. ,

Di Indonesia sendiri, lebih dari 70% pasien belum mencapai target kendali glikemik, yaitu HbA1c <7%.  Padahal, dalam menangani diabetes,  Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), telah menetapkan bahwa tingkat HbA1c pasien harus mencapai 7%.

Baca Juga: Cek Fakta, Metformin Obat Diabetes Tipe 2 Tidak Memicu Kanker

Baca Juga: Pembersih Alami Untuk Mengatasi Gatal Pada Vagina Selama Menstruasi

 Sayangnya, lebih dari 70% pasien diabetes di Indonesia tidak berhasil mencapai target tersebut akibat prosedur yang kompleks.

Dalam acara Diskusi Media bersama Novo Nordisk: Experience the Freedom with Co-formulation Insulin ((25/02/2021), Ketua Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD mengatakan,  ada 3 kendala besar yang kita hadapi, dimana kendali glikemik, kompleksitas terapi dan risiko hipoglikemia masih menjadi kendala.

 

Tujuhpuluh persen pasien diabetes gagal mencapai target kendali glikemik, hal ini disebabkan oleh adanya clinical inertia, dimana penggunaan insulin seringkali terlambat, dan kendali glikemik itu sendiri, terdiri dari gula darah puasa dan gula darah saat makan.

Untuk mencapai kendali glikemik, , memerlukan penambahan obat, sejalan dengan penyakitnya. Penambahan obat ini, tidak hanya menambah kompleksitas terapi, tetapi juga meningkatkan ketidakpatuhan pada pasien diabetes.

Selain itu, ada risiko kejadian hipoglikemia, yaitu suatu keadaan gula darah berada dibawah kadar normal, sehingga pasien merasa lemas, keringat dingin, dll, juga menjadi salah satu kendala, baik dari pasien maupun dokter.  Bila tidak ditangani segera, dapat memunculkan komplikasi.

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Meningkatkan Risiko Penyakit Autoimun, Studi

Baca Juga: Ini Dia 5 Alasan Mengapa Perlu Menerapkan Pola Hidup Sehat Menurut WHO

Komplikasi diabetes melitus sangat mungkin terjadi dan bisa menyerang seluruh organ tubuh, mulai dari mata hingga ujung kaki.

Oleh karena itu, penting bagi setiap penyandang diabetes untuk selalu waspada dan menjaga agar kadar gula darahnya tetap normal.

Komplikasi diabetes melitus terbagi menjadi 2 jenis, yaitu jangka pendek (akut) dan jangka panjang (kronis).

Baca Juga: Pemberian Antibiotik Sebelum Usia 2 Tahun Bisa Menyebabkan Kegemukan

Baca Juga: Manfaat Jeruk Sitrus, Menurunkan Risiko Penyakit Jantung Hingga Kanker

Hipoglikemia dan ketoasidosis adalah bentuk komplikasi diabetes akut, sedangkan komplikasi diabetes kronis terjadi ketika diabetes melitus sudah memengaruhi fungsi mata, jantung, ginjal, kulit, saluran pencernaan, dan saraf. (*)

#berantasstunting #hadapicorona #bijakGGL