Find Us On Social Media :

Peringatan Tegas Ahli Epidemiologi Pada Turunnya Kasus Covid-19 di Indonesia yang Diumumkan Jokowi

Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman.

GridHEALTH.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan bahwa kasus Covid-19 di Indonesia berangsur menurun.

Hal Itu dikatakan Jokowi saat membuka Musyawarah Nasional V Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) di Istana Negara, Jumat (26/3/2021).

Baca Juga: Kasus Harian Covid-19 Kembali Diatas 10 Ribu, Epidemiolog: Pelaporan Data Sangat Buruk

"Kita alhamdulillah, di Januari kita pernah berada di angka 13.000 kasus harian, 14.000, bahkan pernah 15.000. Sekarang kita sudah turun dan berada di angka 5.000, 6.000, dan akan terus kita turunkan," kata Jokowi dilansir dari Kompas.com (27/3/2021).

Meski demikian, penurunan kasus Covid-19 di Indonesia ini ternyata perlu diamati lebih jaun lagi.

Bahkan Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman memberi peringatan soal penurunan kasus tersebut.

Baca Juga: Satpam Kosmas Pahlawan Jemaat Gereja Katedral Makassar dari Aksi Bom Bunuh Diri Alami Luka Bakar, Korban Bertambah Menjadi 14 Orang

Menurutnya meski kasus harian Covid-19 di Indonesia mengalami penurunan, pandemi virus corona di tanah air dianggap belum melewati puncak pandemi.

Anggapan itu disampaikan Dicky dengan melihat positivity rate Indonesia yang masih di atas 10%.

Sebab, salah satu kriteria negara sudah melewati puncak pandemi, yaitu apabila positivity rate di bawah 8 persen selama dua pekan.

Baca Juga: Kasus Harian Covid-19 Berada di Bawah 10 Ribu, Erick Thohir: Penurunan Sangat Drastis Karena Adanya Vaksinasi, Benarkah?

"Kalau misalnya dalam situasi Indonesia, ketika dikatakan puncaknya terjadi, tapi di tengah test positivity rate yang di atas 10%, tentu itu tidak kuat argumentasinya. Karena menandakan testing kita, tracing kita itu tidak memadai," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (27/3/2021).

Lanjut Dicky, ada beberapa kriteria lainnya yang menjadi indikator apabila suatu negara ingin dikatakan sudah melewati puncak pandemi.

Menurut dia, kondisi suatu negara dapat dikatakan sudah melewati pandemi jika negara itu mengalami penurunan kasus harian yang signifikan selama dua minggu.

"Umumnya puncak itu diketahui bahkan dua minggu setidaknya dari atau sejak puncak itu terlewati. Jadi ada tren yang sangat menurun, signifikan," terangnya.

Baca Juga: Penambahan Kasus Harian Lebih dari 3 Ribu, Benarkah Jakarta Kembali Masuk jadi Zona Hitam?

Jika melihat kondisi Indonesia yang di mana tingkat positivity rate masih di atas 10 %, meski terjadi penurunan kasus harian, menurut Dicky, kondisi itu belum dapat dikatakan telah melewati puncak pandemi.

"Jauh lebih banyak kasus infeksi di masyarakat yang tidak terdeteksi. Jadi bagaimana kita mengatakan bahwa kita sudah mencapai puncak?" ungkapnya.

Lebih jauh, menurutnya, Indonesia juga akan melewati puncak pandemi yang berbeda waktunya di setiap daerah.

Baca Juga: Catat Rekor Lebih dari 14 Ribu Kasus Baru Covid-19, Epidemiolog: Ini Belum Puncak Corona, Jangan Kaget Kalau 30 Ribu

Hal ini tergantung pada program testing, tracing, dan treatment (3T) serta strategi protokol kesehatan 5M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas) yang dilakukan pemerintah daerah (pemda) masing-masing.

Di sisi lain, Dicky juga mengingatkan meski Indonesia atau negara lainnya sudah melewati puncak pandemi, bukan berarti virus corona sudah hilang.

Hal ini dikarenakan, istilah melewati puncak pandemi hanya untuk menilai bahwa suatu negara sudah berhasil mengendalikan pandemi berkat testing dan tracing-nya yang sudah memadai.

Baca Juga: Maret Hingga Desember 342 Nakes Indonesia Gugur Akibat Covid-19, Kasus Harian Nasional dari 6000 Lompat Menjadi 8300

Untuk itu, dia mengingatkan agar pemerintah tetap konsisten menjalankan strategi pengendalian pandemi meski nantinya Indonesia sudah melewati puncak.

Apalagi berkaitan dengan protokol kesehatan.

Dari laman who.int yang diakses GridHEALTH.id (24/3/2021) disebutkan bahwa virus corona ditularkan melalui kontak langsung dengan tetesan pernapasan dari orang yang terinfeksi, baik yang dihasilkan melalui batuk maupun bersin.

Baca Juga: Disebut Belum Ada Keseriusan Pemerintah Tangani Covid-19, Penambahan Kasus Baru Tinggi Lagi

Seseorang juga dapat terinfeksi dari dan menyentuh permukaan yang terkontaminasi virus dan kemudian menyentuh wajah mereka misalnya mata, hidung, mulut.

Sebab virus corona kemungkinan besar dapat bertahan hidup di permukaan yang tidak didisinfektan selama beberapa jam.

Karenanya menjalankan protokol kesehatan baiknya tidak diabaikan begitu saja.(*)

Baca Juga: Akui Ada Keterlambatan Input Data, Epidemiolog: Data Covid-19 yang Disampaikan Satgas Tidak Pernah Tepat

 #berantasstunting

#hadapicorona

#BijakGGL