Find Us On Social Media :

Akhirnya Pemerintah Dukung Pengembangan Vaksin Nusantara, Jika Penelitinya Bisa Pastikan 3 Hal dari BPOM Ini Dipenuhi

Pemerintah akan mendukung pengembangan vaksin Nusantara jika telah memenuhi kriteria dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

GridHEALTH.id - Vaksin nusantara yang digadang merupakan vaksin buatan negeri masih menjadi perdebatan oleh banyak pihak.

Vaksin ini pun diketahui mulai melakukan uji coba tanpa persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Baca Juga: Ikut Jalani Pengambilan Sample Darah, Politisi PDIP Ini Tertarik Jadi Relawan Vaksin Nusantara Meski Miliki Komorbid Jantung dengan 5 Ring

Permasalahan vaksin nusantara ini pun ditegaskan oleh Juru Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito belum lama ini.

Ia mengatakan, pemerintah akan mendukung pengembangan vaksin Nusantara jika telah memenuhi kriteria dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Ada tiga poin penting harus masuk dalam kriteria yang dipenuhi oleh vaksin ini, yakni keamanan, efikasi dan kelayakan vaksin.

"Pada prinsipnya semua vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat harus mendapatkan izin dari BPOM utamanya dari aspek keamanan, efikasi dan kelayakan," kata Wiku, dalam konferensi pers secara virtual melalui YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (15/04/21).

"Selama memenuhi kriteria, pemerintah akan memberikan dukungan (terhadap vaksin Nusantara)," lanjutnya.

Pengawasan atas pengembangan vaksin Nusantara merupakan kewenangan BPOM selaku otoritas resmi pengawas obat dan makanan.

Baca Juga: WHO Nyatakan Keprihatinan Peningkatan Covid-19 Selama Ramadan

Pada prinsipnya, pemerintah akan memastikan efektivitas, keamanan dan kelayakan dari setiap vaksin Covid-19 yang akan digunakan untuk program vaksinasi.

"Oleh karenanya, dalam berbagai pengembangan vaksin di Indonesia termasuk vaksin Nusantara, harus mengikuti kaidah-kaidah ilmiah yang sudah diakui dan sesuai standar WHO," tutur Wiku.

Tak hanya itu, ia juga menyarankan tim peneliti vaksin Nusantara segera berkoordinasi dengan BPOM.

Vaksin yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ini belakangan menjadi polemik.

Baca Juga: Tak Ada Persetujuan BPOM, Anggota DPR Jadi 'Relawan' Suntik Vaksin Covid-19 Nusantara

Uji klinik fase kedua vaksin Nusantara tetap dilanjutkan meski belum mendapatkan izin atau Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) dari BPOM.

Sebelumnya, Vaksin Nusantara memicu kontroversi di masyarakat setelah BPOM menghentikan penelitian vaksin itu karena ada sejumlah dokumen uji klinis fase I yang belum lengkap.

Di tengah kontroversi itu, anggota DPR RI justru ramai-ramai menyatakan dukungan. Bahkan, sejumlah pimpinan parlemen ikut menjadi relawan vaksin ini.

Mereka berkukuh pemerintah dan BPOM harus mengizinkan penggunaan Vaksin Nusantara. Mereka beralasan vaksin ini merupakan produk dalam negeri.

Baca Juga: Karena Covid-19 Joanna Alexandra Dirawat di Wisma Atlet, Sang Suami Sesak Napas Masuk IMCU

BPOM menyebut semua komponen utama yang digunakan dalam pengembangan Vaksin Nusantara diimpor dari Amerika Serikat.

Komponen yang dimaksud berupa antigen, Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), medium pembuatan sel, dan alat-alat persiapan.

"Semua komponen utama pembuatan vaksin dendritik ini di impor dari USA," kata Kepala BPOM Penny K Lukito melalui keterangan tertulis, Rabu (14/4).

BPOM menegaskan vaksin yang diprakarsai mantan menteri kesehatan Terawan Agus Putranto itu membutuhkan waktu cukup lama jika ingin dibuat secara sepenuhnya di Indonesia alias tanpa impor komponen lagi.

Baca Juga: Sebut Jokowi, Rakyat dan DPR Telah Dibohongi Vaksin Nusantara, Pandu Priono; Tim Peneliti Aslinya Orang Amerika

Penny menjelaskan bahwa antigen SARS COV-2 Spike Protein yang dipakai dalam penelitian ini merupakan produksi Lake Pharma, California, USA. Kemudian GM-SCF juga diproduksi oleh Sanofi dari USA.

Pengembangan dan uji klinis vaksin Nusantara sendiri merupakan kerjasama antara PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) bersama AIVITA Biomedical asal USA, Universitas Diponegoro, dan RSUP dr. Kariadi Semarang.

"Jika akan dilakukan transfer teknologi dan dibuat di Indonesia membutuhkan waktu yang lama mengingat sampai saat ini Industri Farmasi yang bekerjasama dengan AIVITA Biomedica Inc belum memiliki sarana produksi untuk produk biologi," ujar Penny.

Baca Juga: Gejala Varian E484K, Mutasi Virus Corona yang Disebut Lebih Ganas Dari Sebelumnya

"Membutuhkan waktu 2-5 tahun untuk mengembangkan di Indonesia," imbuhnya.(*)

#berantasstunting

#HadapiCorona

#BijakGGL