GridHEALTH.id - Sejak awal Covid-19 melanda, tak terkecuali di Indonesia pada medio 2020, dokter ahli tidak sedikit yang mewanti-wanti prihal Cytokine Storm alias badai sitokin.
Sebab kondisi inilah, Cytokine Storm, yang sebenarnya ditakuti pada mereka yang terinfeksi Covid-19.
Cytokine Storm ini pun penyebab paling umum kematian pada pasien Covid-19.
Walau asing terdengar awam, sebanarnya Cytokine Storm alias badai sitokin bukan sebuah kondisi medis baru.
Tahun ini menandai 11 tahun sejak deskripsi pertama dari badai sitokin yang berkembang setelah terapi sel-T reseptor antigen chimeric (CAR), dan 27 tahun sejak istilah itu pertama kali digunakan dalam literatur untuk menggambarkan sindrom engraftment dari graft-versus-host akut.
Jika diluhat dari perspektif historis, badai sitokin alias Cytokine Storm sebelumnya disebut sebagai sindrom mirip influenza, yang terjadi setelah infeksi sistemik seperti sepsis dan setelah imunoterapi seperti racun Coley.
Karenanya penting bagi dokter untuk mengenali badai sitokin karena memiliki implikasi prognostik dan terapeutik.
Baca Juga: Yuk Kenali Apa Itu Sianida dan Pertolongan Pertama Terpapar Sianida
Untuk diketahui, menargetkan sitokin selama pengelolaan pasien COVID-19 dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup dan mengurangi kematian.
Salah satu terapi yang ditargetkan paling awal untuk pembatalan terjadinya badai sitokin, melansir The New England Journal of Medicine dalam laporan ilmiah dengan judul 'Cytokine Storm', yang ditulis oleh David C. Fajgenbaum, M.D., and Carl H. June, M.D (3/12/2020), adalah anti-interleukin-6 reseptor antibodi monoklonal tocilizumab, yang dikembangkan untuk pengobatan penyakit Castleman multisentrik idiopatik pada 1990-an.
Gejala Pasien yang Mengalami Cytokine Storm
Penting diketahui, hampir semua pasien dengan cytokine storm gejalanya demam, dan demam dapat menjadi derajat tinggi pada kasus yang parah.
Bisa juga pasien mengalami kelelahan, anoreksia, sakit kepala, ruam, diare, artralgia, mialgia, dan temuan neuropsikiatri.
Gejala-gejala ini mungkin disebabkan langsung oleh kerusakan jaringan yang diinduksi oleh sitokin, atau perubahan fisiologis fase akut, atau mungkin akibat dari respon yang dimediasi oleh sel imun.
Baca Juga: Mengatasi Kulit Wajah Berminyak, 6 Tips Berikut Bisa Membantu
Cytokine Storm jika sudah dialami seorang pasien dapat berkembang pesat menjadi koagulasi intravaskular diseminata, dengan oklusi vaskular atau perdarahan katastropik, dispnea, hipoksemia, hipotensi, ketidakseimbangan hemostatik, syok vasodilatasi, dan ujungnya adalah kematian pasien.
Banyak pasien mengalami gejala pernapasan, termasuk batuk dan takipnea, yang dapat berkembang menjadi sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), dengan hipoksemia yang mungkin memerlukan ventilasi mekanis.
Baca Juga: Raditya Oloan, Dinyatakan Negatif Covid-19 Tapi Akhirnya Meninggal Dunia Akibat Komorbid Asma
Lebih mengerikan kombinasi hiperinflamasi, koagulopati, dan jumlah trombosit yang rendah menempatkan pasien dengan badai sitokin pada risiko tinggi untuk perdarahan spontan.
Dalam kasus badai sitokin yang parah, gagal ginjal, cedera hati akut atau kolestasis, dan kardiomiopati terkait stres atau mirip takotsubo juga dapat berkembang.
Inilah yang sepertinya dialami oleg Raditya Oloan, seperti di paparkan oleh sang istri Joanna Alexandra, mengatakan sang suami memiliki komorbid asma dan ginjalnya yang kurang berfungsi dengan baik.
"Kondisinya post-covid dengan komorbid asma, and he is going through a cytokine storm (badai sitokin) yang menyebabkan hyper-inflammation in his whole body," terangnya. "Ditambah lagi ada infeksi bakteri yang lumayan kuat," papar Joana Alexandra.
Baca Juga: Diabetes dengan Kadar Gula Darah 1143 Membuat Komedian Bang Sapri Linglung dan Masuk ICU
Untuk diketahui, kombinasi disfungsi ginjal, kematian sel endotel, dan hipoalbuminemia fase akut dapat menyebabkan Sindrom kebocoran kapiler dan anasarca - perubahan yang mirip dengan yang diamati pada pasien dengan kanker yang diobati dengan interleukin.
Karenanya, pendekatan untuk mengevaluasi pasien dengan badai sitokin harus mencapai tiga tujuan utama berikut:
* mengidentifikasi gangguan yang mendasari (dan mengesampingkan gangguan yang mungkin menyerupai badai sitokin),
* menetapkan keparahan,
Baca Juga: Teh Herbal Membantu Menghindari Dehidrasi di Bulan Ramadan, Studi
* dan menentukan lintasan klinis.
Pemeriksaan lengkap untuk infeksi, serta penilaian laboratorium terhadap fungsi ginjal dan hati, harus dilakukan pada semua kasus yang dicurigai sebagai badai sitokin.
Pengukuran biomarker fase akut inflamasi, seperti CRP dan ferritin, dan hitung darah harus diperoleh, karena berhubungan dengan aktivitas penyakit.(*)
#berantasstunting
#HadapiCorona
#BijakGGL