Find Us On Social Media :

Meski Jarang Terjadi, PMS Berat Bisa Membuat Wanita Alami Depresi

Premenstrual dysphoric disorder dapat membuat wanita merasa tidak nyaman hingga depresi.

GridHEALTH.idMenstruasi adalah pendarahan vagina yang normal dan merupakan bagian dari siklus bulanan seorang wanita.

Hal ini merupakan sesuatu yang sehat bagi rahim dan ovarium.

Setiap bulan, mulai dari masa puber sekitar usia 12 tahun hingga menopause pada usia 50 tahun, tubuh wanita akan mempersiapkan diri untuk kehamilan.

Baca Juga: Benarkah Covid-19 Menyebabkan Siklus Menstruasi Bermasalah? Ini Kata Dokter

Lapisan dinding rahim menebal dan sel telur tumbuh. Kemudian pada masa ovulasi, sel telur akan dilepaskan dan siap dibuahi.

Jika tidak terjadi kehamilan, maka kadar estrogen dan progesteron akan turun. Sehingga tubuh pun memulai masa menstruasi.

Baca Juga: Siklus Haid yang Tidak Teratur Ganggu Kesuburan, Wanita Harus Waspada

Selama menstruasi atau haid, lapisan rahim akan luruh dan dikeluarkan bersamaan dengan darah, yang mengalir melalui vagina.

Menjelang menstruasi, seorang wanita biasanya akan merasakan sejumlah gejala yang dikenal dengan nama premenstrual syndrome (PMS).

Premenstrual syndrome atau PMS, merupakan gejala menstruasi yang mempengaruhi kondisi fisik dan emosional wanita.

Gejala-gejala ini biasanya dimulai pada tahap akhir masa ovulasi dan awal seseorang menstruasi.

Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan, dr Gorga I.V.W. Udjung, Sp. OG dari RSIA Bunda Jakarta mengatakan, terdapat gejala premenstrual syndrome yang bisa membuat seorang wanita depresi.

Gejala tersebut diberi nama sebagai premenstrual dysphoric disorder (PMDD) dan kondisinya lebih parah dibandingkan dengan PMS.

Baca Juga: Oligomenorea, Masalah Menstruasi yang Sebabkan Siklus Haid Panjang

“PMDD atau premenstrual dysphoric disorder ini adalah PMS yang lebih berat atau kelanjutan dari PMS,” kata dokter Gorga kepada GridHEALTH dalam liputan khusus, Rabu (10/11/2021).

Dokter Gorga menjelaskan, bahwa wanita yang mengalami masalah menstruasi premenstrual dysphoric disorder ini memiliki suasana hati yang mudah berubah.

PMDD ini juga bisa membuat seseorang menjadi terlalu sering menangis dan tidak tertarik untuk melakukan aktivitas sehari-hari atau berbicara dengan orang lain.

“Bisa ada peruabahan (suasana) hati yang cepat, kecemasan, ketegangan, bahkan kadang-kadang muncul depresi saking putus asanya dia merasakan nyeri atau tidak nyaman yang berlebihan,” ujarnya.

Baca Juga: Ada Gumpalan Darah saat Haid, Apakah Berbahaya? Ini Kata Dokter

Akan tetapi, menurut dokter Gorga tidak semua wanita mengalami premenstrual dysphoric disorder.

Dia menyebutkan, kondisi ini merupakan hal yang jarang terjadi dan dialami oleh 2% wanita.

Namun jika terjadi premenstrual dysphoric disorder, seorang wanita membutuhkan penanganan medis. Berbeda apabila ia hanya mengalami premenstrual syndrome saja.

“Kalau PMDD ini biasanya butuh penanganan medis. Kadang-kadang kita harus memberikan antidepressant, karena dia sudah mengalami depresi akibat masalah PMS-nya ini. Kita bisa berikan (obat) anti nyeri atau bahkan pil KB untuk mencoba mengurangi rasa nyerinya dan agar siklus haidnya lebih teratur,” pungkas dokter Gorga.