"Berisiko" didefinisikan sebagai memiliki satu atau lebih faktor risiko gagal jantung yaitu merokok, obesitas, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Para peserta bebas dari gagal jantung pada awal.
Selama masa studi (5,3 tahun), 1.330 peserta mengalami gagal jantung. Setelah mencocokkan pengguna aspirin dan non-pengguna, mengonsumsi aspirin ditemukan terkait dengan peningkatan 26% risiko diagnosis gagal jantung baru, terlepas dari faktor risiko lainnya.
Ketika pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskular dikeluarkan, penggunaan aspirin dikaitkan dengan 27% peningkatan risiko kejadian gagal jantung pada peserta tanpa penyakit jantung.
Jadi, perlukah kita menghentikan aspirin? Menurut Dr. Mujaj, ini adalah studi besar pertama yang melaporkan hubungan antara penggunaan aspirin dan insiden gagal jantung pada individu dengan setidaknya satu faktor risiko.
Baca Juga: Diare yang Tidak Tertangani Pada Lansia Bisa Sebabkan Alzheimer
Baca Juga: Tak Perlu Punya Teman Banyak, Cukup Satu Pendengar Setia Agar Hidup Panjang Umur, Studi
Sementara dia menekankan perlunya uji coba besar multinasional secara acak untuk memverifikasi hasil ini, dia menyarankan dokter untuk berhati-hati dalam meresepkan aspirin kepada mereka yang mengalami gagal jantung atau dengan faktor risiko untuk kondisi tersebut. (*)