Ditemukan bahwa antara 35 dan 50% pelari terluka pada satu waktu. Angka-angka ini dapat dianggap tinggi, terutama untuk spesies yang beradaptasi dengan lari jarak jauh.
Cedera yang paling umum adalah pada lutut, tulang kering, pergelangan kaki dan kaki. Sebagian besar cedera ini terutama pada tulang atau jaringan ikat, yang fungsi utamanya adalah membantu mengirimkan kekuatan dari otot untuk memungkinkan gerakan.
Ulasan terbaru Francis mengeksplorasi bagaimana manusia berlari sebelum menggunakan sepatu, dan bagaimana sepatu mengubah cara kita berlari.
Ia menemukan bahwa ketika kaki bersentuhan dengan tanah, kulit, ligamen, tendon, dan saraf kaki memberi sumber informasi yang kaya ke otak dan sumsum tulang belakang tentang posisi tepat kaki kita, termasuk ketegangan, regangan, dan tekanan.
Informasi ini memungkinkan kontrol otot yang tepat untuk menggerakkan sendi ke posisi yang menyerap benturan dan membatasi kerusakan.
Alas kaki justru mengurangi kualitas informasi yang dikirim ke otak dan sumsum tulang belakang, yang mengarah ke mekanisme lari yang lebih tumpul.
Sepatu memungkinkan pelari untuk mendarat dengan posisi tubuh yang lebih tegak dan kaki yang lebih panjang, yang menyebabkan gaya pengereman yang berlebihan. Mekanik lari ini tampaknya berperan dalam beberapa cedera lari yang paling umum.
Penggunaan alas kaki sehari-hari dalam jangka panjang juga menyebabkan kaki lebih lemah dan sering kali, lengkungan yang berubah. Saat kita mulai berlari dengan sepatu, kaki kita tidak beradaptasi untuk mengatasi mekanisme ini.
Baca Juga: 6 Tips Mudah dan Murah Untuk Mencegah Penyakit Infeksi Tenggorokan
Menariknya, sebuah penelitian lain menemukan bahwa ukuran dan kekuatan otot kaki ditemukan meningkat setelah delapan minggu berjalan dengan sepatu minimalis. Ini karena melepas bantalan tumit dan penyangga lengkung kaki membuat otot kaki bekerja lebih keras.
Faktanya, pelari bertelanjang kaki melaporkan lebih sedikit cedera lutut dan nyeri tumit dibandingkan dengan pelari yang menggunakan sepatu.