Find Us On Social Media :

Bagaimana dengan PTM, Saat Ini Anak Dirawat Terinfeksi Omicron Lebih Banyak dari Varian Sebelumnya

Presentase Anak Dirawat Terinfeksi Omicron Lebih Banyak dari Sebelumnya

GridHEALTH.id - Fakta baru varian Omicron, dari pada varian Covid-19 sebelumnya yang menyerang Indonesia, anak yang terpapar Omicron jauh lebih banyak.

Kondisi ini tenyu membuat gusar masyarakat, terlebih para orangtua yang kini harus dengan raswa was-was melepas anaknya bersekolah secara tatap muka.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) langsung memberikan peringatan mengenai hal ini.

Demikian juga dengan Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) DR. Dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K), FISR, FAPSR, yang angkat bicara terkait kasus COVID-19 varian Omicron yang kian meningkat, termasuk pada anak.

Melalui siaran pers, mewakili organisasi medis yang ia wakili, dr. Agus mengungkapkan bahwa proporsi anak yang dirawat akibat kasus varian Omicron di sejumlah negara kini sudah lebih banyak daripada varian sebelumnya.

Kasus Anak Dirawat di Rumah Sakit Karena Omicron

“Laporan dari beberapa negara, proporsi anak yang dirawat akibat infeksi COVID-19 varian Omicron lebih banyak dibandingkan varian-varian sebelumnya dan juga telah dilaporkan transmisi lokal varian Omicron di Indonesia, bahkan sudah ada kasus meninggal karena Omicron,” ujarnya, dikutip dari kumparanMOM (24/1/2022).

Sebelumnya IDAI sudah mengimbau berbagai pihak untuk menahan diri melanjutkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen di tengah kasus Omiron yang kian meningkat.

Menurut IDAI vaksinasi Covid untuk anak 6-11 tahun baru saja digulirkan pekan kedua Desember, sehingga semua anak baru mendapatkan satu dosis vaksin, bahkan ada yang belum mendapatkan dosis pertama.

Baca Juga: Kenali 5 Risiko Tindik Hidung, Mulai dari Alergi Hingga Infeksi

Karenanya Ketua IDAI, Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, PTM 100 persen pada anak-anak yang belum vaksinasi lengkap, terlebih pada anak-anak kecil yang belum begitu pandai melakukan protokol kesehatan 100 persen, dinilainya sangat mengkhawatirkan.

Terkait waktu terbaik mulai sekolah tatap muka, Piprim mengimbau agar semua pihak bersabar dulu, menahan diri untuk PTM 100 persen dan menunggu situasi betul-betul aman.

"Euforia kemudian bikin kita lupa, jangan lupa Juli kemarin seperti apa hebohnya Indonesia. Kini, kita sudah tenang, sudah melandai, tapi ada lagi varian baru," ujarnya, dikutip dari Kompas.com (14/1/2022).

Piprim meminta berbagai pihak mengingat kembali bahwa kini ada aturan pemerintah yang baru pulang dari luar negeri begitu ketat, termasuk harus karantina 7 hari meski sudah swab.

"Kalau seketat itu perhatian kita kepada Omicron yang kita khawatirkan masuk, padahal sudah ada transmisi lokal, kenapa kemudian PTM 100 persen dibuka, menurut saya mendadak sekali keputusannya. Sementara itu Kemenkes mengeluarkan kewaspadaan Omicron, Satgas Covid mengeluarkan kebijakan yang sangat ketat dengan sangat ketat, PTM 100 persen seolah-seolah kontradiksi dengan aturan tadi," paparnya.

IDAI, lanjut dia, meminta bantuan dari orangtua untuk juga bersuara bahwa kesehatan adalah tanggung jawab bersama, "Kita sebagai masyarakat punya hak untuk bersuara sebagai pressure control untuk menekan supaya kebijakan pemerintah ini sama-sama nyaman bagi semua orang dan menjaga kesehatan kita semua," jelas Piprim.

Permohonan 4 Organisasi Profesi Dokter ke Pemerintah

Karenanya, PDPI bersama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Indonesia Intensif Indonesia (PERDATIN), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (PERKI), dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengajukan surat permohonan pada empat Kementerian pembuat kebijakan PTM untuk mengevaluasi kegiatan PTM 100% khususnya pada kelompok anak usia kurang dari 11 tahun.

Dalam permohonan mereka disebut juga sejumlah pertimbangan di antaranya, kepatuhan anak-anak usia di bawah 11 tahun terhadap protokol kesehatan masih belum 100%, juga belum belum lengkapnya vaksinasi COVID-19 untuk anak-anak usia 6-11 tahun.

Baca Juga: Healthy Move, Latihan Otot Inti dengan Medicine Ball Agar Perut Rata

Piprim pun mengatakan, “Kami juga mengimbau orang tua agar melengkapi vaksinasi regular melalui imunisasi kejar bagi anak-anaknya agar tetap terlindungi dari kemungkinan penyakit lain yang mungkin timbul.”

"Kita sebetulnya sudah senang laporan tiap cabang kasus menurun, situasi ini jika dipaksakan PTM 100 persen tanpa ada opsi lain, tanpa ada orpsi hybrid, selain bikin galau orangtua yang concern terhadap vaksinasi, usia PAUD belum vaksin sudah masuk sekolah, ini sesuatu yang perlu disikapi," ujarnya dalam diskusi daring IDAI.

Siapa Bilang Omicron Ringan

Ingat, belum cukup bukti Omicron ringan Menganggapi bahwa banyak yang menganggap Omicron ringan dan tingkat kematian kecil, Piprim mengatakan bahwa bagi IDAI anak-anak bukanlah persentase.

"Karena setiap anak segalanya bagi orangtuanya. Kita ingin bermain aman, masa untuk anak coba-coba. Buat kita kesehatan anak menjadi prioritas," ujarnya.

Sejalan dengan itu, Satuan Tugas (Satgas) IDAI, Yogi Prawira mengatakan bahwa saat membicarakan anak, maka tidak bisa diukur dengan angka-angka.

Meski tingkat kematian di bawah 1 persen, tegas dia, namun jika yang kena adalah anak sendiri atau kerabat, maka itu menjadi 100 persen. “Tolong jangan hanya bicara statistik dan persentase, bayangkan jika ini adalah anak kita, saudara kita," jelasnya.

Terkait tingkat keparahan Omicron yang dianggap “ringan”, Yogi mengimbau semua pihak untuk belajar dari negara lain dan tidak asal percaya bahwa varian ini "ringan".

Sejak awal Januari 2022, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyebut varian Omicron memicu lonjakan kasus rawat inap pada anak-anak di Amerika Serikat.

Baca Juga: 8 Penyakit Berbahaya yang Muncul Akibat Seks Bebas, Lakukan Pemeriksaan Jika Muncul Gejala Ini

Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan kasus ini adalah mudahnya virus Omicron menyebar, terlebih selama periode libur Natal dan tahun baru (Nataru).

Akibatnya, lebih banyak anak yang terpapar varian virus baru itu.

"Di Amerika, UK, Afrika, di India, itu kan kasusnya meningkat dengan cepat dan ternyata persentase anak-anak yang kena dan dirawat di RS lebih tinggi, dibandingkan varian-varian sebelumnya.

Kita harus lebih hati-hati, jangan percaya saja bahwa Omicron ringan.

Belum cukup bukti untuk menyatakan ini ringan.

Faktanya, persentase anak-anak yang dirawat karena varian ini (Omicron) lebih besar proporsinya ketimbang sebelumnya," papar Yogi.

Yogi mengingatkan kembali bahwa sekolah adalah tepat untuk anak-anak yang sudah bisa patuh dan disiplin terhadap protokol kesehatan, bukan tempat anak-anak baru mulai belajar prokes.

"Bagi orangtua yang memutuskan untuk mengirim anak-anaknya ke sekolah, jangan lupa dibekali dengan ilmunya dulu, dan dilatihkan sebelum akhirnya mereka berangkat sekolah tatap muka," saran Yogi.

Akankah PTM kembali dilakukan secara online meluhat fakta ini?(*)

Baca Juga: Segera Vaksin Covid-19, Salah Satu Pasien Omicron di Indonesia yang Meninggal Ternyata Belum Divaksin