Find Us On Social Media :

Covid-19 Masih Jadi Pandemi, Tapi WHO Tetap Menempatkan TBC Sebagai Penyakit Menular Paling Mematikan

WHO tetap menempatkan TBC sebagai penyakit infeksi paling mematikan di dunia.

GridHEALTH.id - Tanpa mengecilkan wabah Covid-19, sampai sekarang WHO menempatkan TB/TBC (tuberkulosis) sebagai penyakit infeksi menular paling mematikan.

Sekitar 10 juta orang jatuh sakit dengan tuberkulosis (TB) pada tahun 2018, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sekitar 1,5 juta meninggal.

Dan meskipun dapat disembuhkan dan dicegah, penyakit ini masih menjadi penyebab utama kematian dari agen infeksi tunggal.

TBC disebabkan oleh bakteri yang menyebar dari orang ke orang di udara melalui batuk atau bersin.

Ini dapat diobati dengan antibiotik, tetapi ketika obat ini tidak digunakan dengan benar atau salah kelola, malah menimbulkan resistensi obat.

TB yang resistan terhadap obat secara permanen dan ekstensif dapat terjadi. Pengobatan untuk jenis ini memakan waktu lama dan mahal.

Dan WHO mengatakan TB yang resistan terhadap berbagai obat adalah krisis kesehatan masyarakat, dan pada tahun 2016, hampir 500.000 orang di seluruh dunia mengalaminya.

Maka itu, meski masih dalam pandemi Covid-19, kasus tuberkulosis (TBC) tetap harus jadi perhatian.

Sebab, Indonesia berada di ketiga dunia dengan kasus TB terbanyak di dunia. Selama 50 tahun lebih kita masih bergulat dengan hal ini.

Baca Juga: TBC Penyakit Infeksi Menular, Ini yang Harus Dilakukan Jika Terkena

Baca Juga: Kue Mengandung Narkotika Ditemukan di Denpasar, Dikemas Seperti Camilan

TBC adalah penyakit menular yang disebabkan adanya bakteri mycrobacterium tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan.

TB yang sudah masuk ke  Indonesia sejak tahun 1970-an, yang artinya sudah lebih dari setengah abad di Indonesia.

Menurut data Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) DKI Jakarta 2019, saat ini menunjukan setiap harinya 2 orang meninggal karena TB.

Sedangkan angka nasional setiap harinya 11 orang penduduk Indonesia meninggal karena TB.

Hal ini dibenarkan dr. Ajeng Sukawati, Pengelola Program TB Sudinkes Jakarta Utara, bahwa endemik TB ini sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun lamanya, dan sudah memakan korban lebih banyak dibanding Covid-19.

Baca Juga: Diabetes Tidak Dapat Disembuhkan Namun Bisa Dicegah Komplikasinya

Baca Juga: Infeksi Saluran Kemih, Bakteri E.Coli Sebabkan Sakit Saat Kencing

"TB juga kayak gunung es belum semua terdeteksi, dan sebenarnya sudah memakan korban lebih banyak dibanding Covid-19," jelas dr. Ajeng kepada Kompas.com, dalam acara diskusi Eliminasi TB bersama Yayasan KNCV Indonesia (YKI), Selasa (14/12/2021).

Ia mengingatkan perlunya tetap waspada karena dalam data ditemukan bahwa selama pandemi data kasus TB yang dilaporkan cenderung menurun, hal ini karena banyak orang enggan pergi ke rumah sakit atau puskesmas.

Sebagai contoh kasus TB di Jakarta Utara yang terlaporkan selama pandemi 2020-2021 hanya 3.000 kasus. Sedangkan di tahun 2019 sebelum pandemi ditemukan 5.000 kasus TB di masyarakat.

"Padahal prevalensi TB kita di Jakarta Utara itu ada sekitar 6.000 kasus, dan ini yang belum kita temukan dan obati, serta masih berisiko menularkan dan menambah kasus TB baru," tutup dr. Ajeng. (*)