GridHEALTH.id – Kanker rahim atau uterus merupakan jenis kanker yang paling sering terjadi pada sistem reproduksi wanita.
Melansir NHSinform, ini menjadi jenis kanker keempat yang paling sering didiagnosis terhadap wanita setelah kanker payudara, kanker paru-paru, dan kanker usus besar atau rektum.
Jenis kanker ini paling berisiko dialami oleh para wanita yang sudah memasuki usia menopause. Rata-rata diagnosis dilakukan saat wanita berusia 40-74 tahun.
Pendarahan yang tidak biasa, seperti yang terjadi setelah menopause, menjadi tanda kanker rahim yang paling sering terjadi.
Salah satu faktor risiko yang memicu kondisi ini adalah ketidakseimbangan hormon. Apalagi jika mempunyai risiko peningkatan hormon estrogen dalam tubuh.
Beberapa penyebab terjadinya ketidakseimbangan hormon dalam tubuh wanita yakni terapi hormon, diabetes, dan obesitas.
Baru-baru ini sebuah studi menunjukkan bahwa wanita dengan berat badan berlebih atau obesitas, punya risiko dua kali lipat terkena kanker rahim.
Para peneliti dari University of Bristol menjelaskan lebih lanjut, mengenai hubungan antara berat badan dengan risiko kanker rahim.
Mereka menemukan bahwa setiap lima unit BMI tambahan, membuat risiko seorang wanita terkena kanker rahim meningkat sebesar 88%.
Baca Juga: Label Kemasan Bantu Penyandang Obesitas Menemukan Makanan yang Tepat
Penelitian ini didanai oleh Cancer Research UK (CRUK) dan telah diterbitkan di jurnal BMC Medicine, Senin (18/04/2022) kemarin.
Hasilnya lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dan mencerminkan status berat badan seumur hidup daripada dalam waktu singkat.
Perlu diketahui, indeks masssa tubuh yang sehat adalah 18-25. Sedangkan wanita dikatakan berat badan berlbih jika BMI-nya 25-30, dan obesitas lebih dari 30.
Dalam penelitian ini, para peneliti mempelajari perbedaan berat badan wanita dari waktu ke waktu dan tinggi badannya.
“Penelitian seperti ini mendukung fakta bahwa kelebihan berat badan atau obesitas adalah penyebab kanker terbesar kedua di Inggris dan dapat membantu kita mulai menemukan alasannya,” kata Dr Julie Sharp, kepala informasi kesehatan di CRUK, dikutip dari The Guardian, Selasa (19/04/2022).
Dia optimis, penemuan ini bisa menjadi jalan untuk bisa mencegah dan mengobati kanker di masa depan.
“Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menyelidiki dengan tepat perawatan dan obat mana yang bisa digunakan untuk mengelola risiko kanker di antara orang-orang yang berjuang dengan obesitas,” ujarnya.
Diketahui, obesitas dapat meningkatkan risiko 13 kanker yang berbeda-beda. Untuk mengurangi risikonya, seseorang diminta untuk menjaga berat badan dengan pola hidup dan makan yang sehat.
Studi ini dilakukan dengan mengamati kanker endometrium, jenis kanker rahim yang paling umum dan memengaruhi lapisan rahim.
Baca Juga: Pendarahan Setelah Menopause? Segera Periksa, Waspada Kondisi Ini
Satu dari 36 orang wanita yang lahir setelah 1960 di Inggris, telah didiagnosis mengalami kanker rahim.
Para peneliti menggunakan sampel genetik dari 120.000 wanita di Inggris, Australia, Belgia, Jerman, dan Polandia. Dari banyaknya wanita tersebut, sekitar 13.000 di antaranya mengalami kanker rahim.
Hasil yang menunjukkan bagaimana obesitas bisa meningkatkan risiko kanker, para ahli berharap di masa depan ada obat yang bisa digunakan untuk meningkatkan kadar hormon tertentu.
“Studi ini merupakan langkah pertama yang menarik tentang bagaimana analisis genetic dapat digunakan untuk mengungkap dengan tepat bagaimana obesitas menyebabkan kanker, dan apa yang bisa dilakukan untuk mengatakannya,” kata Emma Hazelwood, penulis utama studi tersebut.
Menurutnya, hubungan antara obesitas dengan risiko kanker rahim memang sudah diketahui secara luas.
Namun, penelitian ini tetap menjadi salah satu studi terbesar yang bisa mendapatkan informasi dengan tepat, mengapa hal itu terjadi pada tingkat molekular.
“Kami menantikan penelitian lebih lanjut yang mengeksplorasi bagaimana kami sekarang dapat menggunakan informasi ini untuk membantu mengurangi risiko kanker pada orang yang berjuang melawan obesitas,” pungkasnya.
Baca Juga: Hati-hati, Kebanyakan Konsumsi Pemanis Buatan Tingkatkan Risiko Kanker