Menurut Shmerling, meskipun COVID-19 adalah penyakit baru, beberapa uji klinis telah mengeksplorasi kemungkinan bahwa suplemen mungkin efektif.
Sayangnya, kata dia, sebagian besar bukti tidak meyakinkan.Mengenai hal itu Shmerling mencontohkan penelitian terkontrol secara acak terhadap pasien COVID-19 sedang hingga parah yang menerima vitamin D dosis tinggi. Ternyata tidak menunjukkan manfaatnya.
Demikian pula studi tahun 2021 tentang seng dan vitamin C tidak menunjukkan manfaat bagi pasien dengan COVID-19 ringan.
Baca Juga: Sering Ngompol dan Anyang-anyangan Bisa Sebabkan Disfungsi Ereksi
Bahkan para peneliti menemukan bahwa orang yang menerima suplemen, baik secara individu atau gabungan, tidak mengalami perbaikan gejala atau pemulihan yang lebih cepat jika dibandingkan dengan pasien serupa yang tidak menerima suplemen.Satu hal yang harus diingat, sebelum mengonsumsi suplemen dan obat Covid-19 tersebut, seharusnya konsumen kesehatan mengkritisi efek sampingnya, reaksi alergi, interaksi dengan obat lain, biaya suplemen yang tidak perlu, dan bahaya mengonsumsinya terlalu banyak.
Vitamin C dosis tinggi, misalnya, dapat menyebabkan diare atau sakit perut. Tapi, orang yang kekurangan seng atau vitamin D dapat menyebabkan fungsi kekebalan tubuhnya buruk sehingga suplemen ini mungkin sesuai mereka meskipun tanpa bukti khusus hubungannya dengan COVID-19.“Jika Anda memang mengonsumsi suplemen, paling aman adalah mengikuti jumlah harian yang direkomendasikan yang dibutuhkan tubuh, kecuali dokter menyarankan sebaliknya,” ujar Shmerling.
Mitos Covid-19 yang Dipatahkan IlmuanMayoClinic pun membuktikan masih banyak mitos seputar COVID-19. Untuk membutiikannya Mayo Clinic pun mengungkap fakta ilmiah mengenai mitos tersebut, berikut ini:
* Vaksin pneumonia dan flu
Di awal pandemi, vaksin pneumonia, seperti vaksin pneumokokus dan vaksin flu, disebut dapat mencegah penularan COVID-19 tapi para ahli menilai kedua vaksin tidak memberikan perlindungan terhadap COVID-19.
* Suhu tinggi
Baca Juga: Sudah Tahu Belum, di Aplikasi PeduliLindingi Ada Fitur Baru, Canggih!
Di awal pandemi, masyarakat berbondong-bondong untuk berjemur di bawah sinar matahari. Namun, paparan sinar matahari atau suhu yang lebih tinggi dari 25 derajat Celcius tidak mencegah atau menyembuhkan COVID-19.