GridHEALTH.id - Saat ini banyak informasi mengenai suplemen dan obat untuk Covid-19.
Bahkan tidak sedikit juga media yang ikut memberitakannya.
Tapi ingat, sebagai konsumen kesehatan kita harus cerdas dan bisa memastikan apakah kalin itu semua ada dasar ilmiahnya atau tidak.
Ternyata banyak klain suplemen dan obat Covid-19 yang saat ini dipercaya masyarakat belum memiliki bukti ilmiah yang kuat tapi banyak orang yang percaya.Mayo Clinic, pusat medis akademik Amerika Serikat yang berfokus pada kesehatan, mengurai berbagai mitos mengenai bahan-bahan yang diklaim dapat mengatasi COVID-19.
* Banyak orang mengonsumsi vitamin C, zinc (seng), teh hijau atau bunga echinacea untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Tetapi, suplemen ini tidak mungkin mempengaruhi fungsi kekebalan atau mencegah orang jatuh sakit.
* Suplemen koloid perak, yang telah dipasarkan sebagai pengobatan COVID-19, juga tidak aman atau efektif untuk mengobati penyakit apa pun.
Suplemen Covid-19 Tidak Terbukti
Dr. Robert H. Shmerling dari Harvard Health Publishing punya penilaian sendiri mengenai penggunaan vitamin C, D, seng, dan melatonin dalam pengobatan COVID-19.
Menurutnya, vitamin C adalah antioksidan yang telah lama dipromosikan sebagai pemain kunci dalam fungsi kekebalan tubuh dan seng mungkin memiliki aktivitas antivirus, baik dengan meningkatkan fungsi sel kekebalan yang melawan infeksi virus atau mengurangi kemampuan virus untuk berkembang biak.Tapi Vitamin D dan melatonin berbeda. Ada bukti bahwa vitamin D dan melatonin mungkin memiliki efek positif pada fungsi kekebalan tubuh tapi efek antivirus tertentu tetap tidak terbukti.
“Beberapa bukti menunjukkan bahwa menggabungkan vitamin C dan seng dapat membatasi durasi dan tingkat keparahan gejala pilek,” kata Shmerling.Lantas, apakah vitamin dan suplemen tersebut memiliki khasiat untuk menyembuhkan orang yang terinfeksi COVID-19?
Menurut Shmerling, meskipun COVID-19 adalah penyakit baru, beberapa uji klinis telah mengeksplorasi kemungkinan bahwa suplemen mungkin efektif.
Sayangnya, kata dia, sebagian besar bukti tidak meyakinkan.Mengenai hal itu Shmerling mencontohkan penelitian terkontrol secara acak terhadap pasien COVID-19 sedang hingga parah yang menerima vitamin D dosis tinggi. Ternyata tidak menunjukkan manfaatnya.
Demikian pula studi tahun 2021 tentang seng dan vitamin C tidak menunjukkan manfaat bagi pasien dengan COVID-19 ringan.
Baca Juga: Sering Ngompol dan Anyang-anyangan Bisa Sebabkan Disfungsi Ereksi
Bahkan para peneliti menemukan bahwa orang yang menerima suplemen, baik secara individu atau gabungan, tidak mengalami perbaikan gejala atau pemulihan yang lebih cepat jika dibandingkan dengan pasien serupa yang tidak menerima suplemen.Satu hal yang harus diingat, sebelum mengonsumsi suplemen dan obat Covid-19 tersebut, seharusnya konsumen kesehatan mengkritisi efek sampingnya, reaksi alergi, interaksi dengan obat lain, biaya suplemen yang tidak perlu, dan bahaya mengonsumsinya terlalu banyak.
Vitamin C dosis tinggi, misalnya, dapat menyebabkan diare atau sakit perut. Tapi, orang yang kekurangan seng atau vitamin D dapat menyebabkan fungsi kekebalan tubuhnya buruk sehingga suplemen ini mungkin sesuai mereka meskipun tanpa bukti khusus hubungannya dengan COVID-19.“Jika Anda memang mengonsumsi suplemen, paling aman adalah mengikuti jumlah harian yang direkomendasikan yang dibutuhkan tubuh, kecuali dokter menyarankan sebaliknya,” ujar Shmerling.
Mitos Covid-19 yang Dipatahkan IlmuanMayoClinic pun membuktikan masih banyak mitos seputar COVID-19. Untuk membutiikannya Mayo Clinic pun mengungkap fakta ilmiah mengenai mitos tersebut, berikut ini:
* Vaksin pneumonia dan flu
Di awal pandemi, vaksin pneumonia, seperti vaksin pneumokokus dan vaksin flu, disebut dapat mencegah penularan COVID-19 tapi para ahli menilai kedua vaksin tidak memberikan perlindungan terhadap COVID-19.
* Suhu tinggi
Baca Juga: Sudah Tahu Belum, di Aplikasi PeduliLindingi Ada Fitur Baru, Canggih!
Di awal pandemi, masyarakat berbondong-bondong untuk berjemur di bawah sinar matahari. Namun, paparan sinar matahari atau suhu yang lebih tinggi dari 25 derajat Celcius tidak mencegah atau menyembuhkan COVID-19.
* Antibiotik
Antibiotik membunuh bakteri, bukan virus. Namun, pasien COVID-19 mungkin diberi antibiotik karena memang terinfeksi bakteri.
* Alkohol dan semprotan klorin
Menyemprotkan alkohol atau klorin ke tubuh tidak akan membunuh virus yang masuk ke tubuh. Zat-zat ini juga dapat membahayakan mata, mulut, dan pakaian.
* Bawang putih
Tidak ada bukti bahwa makan bawang putih akan melindungi orang dari infeksi COVID-19.
* Jaringan 5G
Virus tidak dapat menjalar di gelombang radio dan jaringan seluler. Virus COVID-19 malah menyebar di banyak negara yang kekurangan jaringan seluler 5G.
Baca Juga: FDA Memberikan Otorisasi Penggunaan Darurat Pil Covid-19, Ini yang Perlu Diketahui Tentang Paxlovid
* Ivermectin
Pada manusia, dosis tertentu ivermectin berguna untuk mengobati cacing parasit dan kutu kepala. Namun, ivermectin bukanlah obat untuk mengobati virus.
* Cuci hidung saline
Tidak ada bukti bahwa membilas hidung dengan saline melindungi Anda dari infeksi COVID-19.(*)
Baca Juga: 5 Jenis Penyakit Kronis dan Gejalanya, Bisa Diderita Sepanjang Usia