GridHEALTH.id - Video podcast Deddy Corbuzier dengan artis Tiktok Ragil Mahardika menuai banyak sentimen negatif. Seperti diketahui, Ragil yang merupakan seorang pria asal Indonesia mantap menikah dengan pria bule asal Jerman. Kedatangan Ragil Mahardika dan Frederik Vollert dalam podcast terbaru Deddy Corbuzier belum lama ini menimbulkan kontroversi.Terlebih, Deddy dalam videonya tersebut memuat satu judul yang dinilai tidak etis. Judul video itu terkesan memiliki intrik ajakan untuk membiasakan perilaku menyimpang soal homoseksual dan sejenisnya.
Sejatinya dilihat dari sudut pandang agama manapun, LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) tidak dapat diterima.
Dilihat dari sudut kesehatan, kaum LGBT berisiko tinggi mengalami penyakit menular seksual.
Laporan Center for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat pada 2014 mengatakan, penyakit Menular Seksual (PMS) atau sexually trasmited disease (STD) telah meningkat di antara pria gay dan biseksual, dengan peningkatan sifilis terlihat di seluruh negeri.
Pada tahun 2014, gay, biseksual, dan laki-laki lain yang berhubungan seks dengan laki-laki menyumbang 83% dari kasus sifilis primer dan sekunder di mana jenis kelamin pasangan seks diketahui di Amerika Serikat.
Gay, biseksual, dan laki-laki lain yang berhubungan seks dengan laki-laki sering mendapatkan PMS lain, termasuk infeksi klamidia dan gonore.
Baca Juga: Peneliti Bantah Klaim Kaum Homoseksual yang Marak Promosi Kelompoknya, 'Tak Ada Gen Sebabkan Orang Jadi Gay'
Baca Juga: Healthy Move, Tabata Latihan Favorit Untuk Menurunkan Berat Badan
HPV (Human papillomavirus) adalah PMS paling umum di Amerika Serikat dan di sunia, yang juga menjadi risik bagi pria gay, biseksual, dan pria lain yang berhubungan seks dengan pria.
Beberapa jenis HPV dapat menyebabkan kutil kelamin dan dubur dan beberapa dapat menyebabkan perkembangan kanker dubur dan mulut.
Pria gay, biseksual, dan pria lain yang berhubungan seks dengan pria 17 kali lebih mungkin terkena kanker dubur dibandingkan pria heteroseksual.
Pria yang HIV-positif bahkan lebih mungkin terkena kanker dubur dibandingkan mereka yang tidak memiliki HIV.
Bagaimana PMS menyebar? PMS menyebar melalui kontak seksual (tanpa kondom) dengan seseorang yang memiliki PMS.
Kontak seksual meliputi seks oral, anal, dan vaginal, serta kontak kulit-ke-kulit genital. Meskipun kondom efektif, HPV dan HSV dapat menyebar melalui kontak dengan area di sekitar alat kelamin yang tidak dilindungi oleh kondom.
Beberapa PMS, seperti HIV, klamidia, dan gonore,, disebarkan melalui cairan tubuh, seperti air mani (cum). PMS lain, termasuk HIV dan Hepatitis B, juga menyebar melalui darah. Herpes genital, sifilis, dan HPV paling sering menyebar melalui kontak kulit-ke-kulit genital.
Apa saja tanda dan gejala PMS? Kebanyakan PMS tidak memiliki tanda atau gejala, sehingga kita (atau pasangan kita) dapat terinfeksi dan tidak mengetahuinya.
Satu-satunya cara untuk mengetahui status STD adalah dengan melakukan tes. Asal tahu saja, memiliki STD atau PMS seperti herpes membuat lebih mudah untuk mendapatkan HIV.
Baca Juga: Selesai Silaturahmi di Hari Lebaran Wajah Jadi Berminyak dan Berjerawat, Ini Panduan Merawatnya
Baca Juga: Semakin Tua Semakin Susah Konsentrasi, Ternyata Ini Penyebabnya
Kapan harus diuji? Semua pria gay, biseksual, dan pria lain yang aktif secara seksual yang berhubungan seks dengan pria harus dites secara teratur untuk PMS.
Satu-satunya cara untuk mengetahui status STD adalah dengan diuji (kita dapat mencari situs pengujian).
Memiliki penyakit menular seksual (seperti gonore) mempermudah penularan HIV atau menularkannya kepada orang lain, jadi penting bagi kita untuk melakukan tes untuk melindungi kesehatan kitA dan kesehatan pasangan.
CDC merekomendasikan tes bagi LGBT yang aktif secara seksual untuk melakukan tes berikut;
- Tes HIV setidaknya setahun sekali, begitu juga untuk tes siplis dan hepatitis
Jika memiliki lebih dari satu pasangan atau melakukan hubungan seks bebas dengan orang yang tidak dikenal, kita harus lebih sering melakukan skrining untuk PMS dan mungkin mendapat manfaat dari tes HIV lebih sering (misalnya, setiap 3 hingga 6 bulan).
- Klamidia dan gonore rektum jika pernah melakukan seks anal reseptif atau menjadi "bawah" dalam satu tahun terakhir
- Klamidia dan gonore pada penis (uretra) jika pernah melakukan seks anal insertif (berada di "atas") atau menerima seks oral dalam satu tahun terakhir.
- Gonore tenggorokan jika pernah melakukan seks oral (mulut di penis, vagina, atau anus pasangan) dalam satu tahun terakhir.
Baca Juga: Healthy Move, Perkuat Otot Perut dengan Latihan Sit-up Cara Jadul
- Terkadang dokter atau penyedia layanan kesehatan mungkin menyarankan tes darah herpes.
Dokter akan dapat menawarkan perawatan terbaik jika kita terbuka mendiskusikan riwayat seksual.
Bicarakan dengan dokter tentang kemungkinan mendapatkan vaksinasi untuk Hepatitis A dan B, dan HPV.
Untuk bicara jujur dan terbuka, kita harus memiliki dokter atau penyedia yang membuat kita nyaman.
Sudah ada beberapa yayasan di Indonesia, juga dokter di puskesmas, yang melayani konsultasi kesehatan untuk Layanan Kesehatan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender.
Mereka memiliki sumber daya yang dapat membantu kita enemukan layanan kesehatan yang terampil dalam bekerja dengan kaum LGBT.
Juga, sumber daya pada yayasan-yayasan HIV/AIDS memiliki informasi tentang cara mendapatkan perawatan dan tetap menjalani pengobatan, serta sumber daya tentang cara hidup dengan baik.
Beberapa PMS (seperti gonore, klamidia dan sifilis) dapat disembuhkan dengan pengobatan. Jika pernah dirawat karena PMS, pastikan untuk menghabiskan semua obat bahkan jika merasa lebih baik.
Pasangan kita harus diuji dan dirawat juga. Penting untuk diingat bahwa kita bisa mendapatkan PMS yang sama atau baru setiap kali melakukan hubungan seks tanpa kondom (tidak menggunakan kondom) dan/atau berhubungan seks dengan seseorang yang memiliki PMS.
Baca Juga: Pasca Lebaran Jangan Mager, Ini 5 Cara Kembali ke Kebiasaan Semula
Baca Juga: 5 Jenis Bakteri Dalam Urin Bisa Jadi Penunjuk Adanya Kanker Prostat
PMS lain seperti herpes dan HIV tidak dapat disembuhkan, tetapi kita dapat minum obat untuk mengatasi gejalanya. (*)