Karena gejala yang dilaporkan termasuk diantaranya sakit perut, diare, muntah, penyakit kuning dan peningkatan kadar enzim hati.
Kemungkinan kasus tersebut didefinisikan sebagai pasien rawat inap yang mengalami lonjakan kadar enzim hati, namun virus hepatitis A, B, C, D dan E semuanya telah disingkirkan sebagai penyebabnya.
Prof Nishiura mengatakan bahwa karena balita dan bayi saat ini belum memenuhi syarat untuk mendapatkan suntikan vaksin Covid-19, maka mereka mungkin berada pada peningkatan risiko hepatitis akut setelah mengalami infeksi adenovirus.
Ini jika mereka berada di negara-negara di mana infeksi Covid-19 skala besar terjadi.
"Penelitian lebih lanjut pun diperlukan untuk membangun hubungan sebab akibat antara infeksi Omicron dan hepatitis anak," ujarnya dalam presentasi yang disampaikan.
Hal ini mengacu pada keterbatasan penelitiannya, seperti data infeksi Omicron yang mencakup semua usia, dan bukan hanya pada kelompok anak-anak saja.
"Kita tidak dapat memungkiri kemungkinan bahwa infeksi Omicron ada kaitannya dengan terjadinya hepatitis berat pada anak-anak," papar Prof Nishiura.
Baca Juga: Satu Pasien Covid-19 Meninggal di Korut, 187 Ribu Warga Diisolasi
Karena itu, untuk mencegah hepatitis akut pada anak, kata dia, pemerintah harus fokus pada mitigasi penyebaran varian Omicron.
Dalam penelitian yang akan segera diterbitkan pada jurnal akademik, tim Prof Nishiura tidak hanya melihat hubungan antara jumlah kumulatif kasus Omicron di 38 negara OECD dan Rumania antara 1 Desember 2021 hingga 27 April 2022 saja.
Namun juga jumlah kemungkinan kasus anak yang dilaporkan menderita hepatitis akut seperti yang didefinisikan oleh WHO hingga 27 April lalu di 12 negara yang telah melaporkan kasus.
Sebelumnya pada 5 April lalu, WHO menerima laporan pertama dari 10 kasus hepatitis akut yang menyerang anak di bawah usia 10 tahun di Skotlandia.
"Saat ini, hipotesis utama tetap mengacu pada keterlibatan adenovirus, dengan masih mempertimbangkan tentang peran penting Covid juga, baik sebagai koinfeksi maupun infeksi masa lalu," kata Ilmuwan untuk program hepatitis global WHO, Philippa Easterbrook dalam konferensi pers pada Selasa lalu.(*)
Baca Juga: Hepatitis Akut Misterius Berpotensi Jadi Pandemi? Ini Jawaban Ahli