Black Death adalah penyakit Pes atau sampar, penyakit menular pada manusia yang disebabkan oleh enterobakteriaYersiniapestis, yang disebarkan oleh hewan pengerat (terutama tikus).
Wabah ini berasal dari tikus yang terinfeksi basil pes dan disebarkan melalui kutu tikus yang mengginggit manusia.
Pes di Hindia (Indonesia) semakin mewabah di wilayah Malang dan sekitarnya tahun 1911.
Wilayah Malang dan sekitarnya yang sejuk semakin membuat wabah ini bertahan lama, hingga membunuh lebih dari 15.000 orang.
Saat itu, dr. Tjipto Mongunkusumo sudah lulus dari Stovia (sekolah tinggi kedokteran yang didirikan Belanda, sekarang menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), sudah ditempatkan di beberapa daerah seperti Batavia, Amuntai, Banjarmasin, dan Demak.
Tapi pada tahun 1908, dr. Tjipto memutuskan untuk resign dan pindah ke Solo untuk membuka praktik sendiri.
Mendengar ada wabah Pes di Malang, dr. Tjipto meminta kepada pemerintah untuk menugaskannya ke Malang.
Saat itu, dokter Eropa di Batavia lumayan banyak, tapi tidak ada yang mau turun tangan membantu rakyat karena mereka teringat dengan black death yang pernah terjadi di Eropa 500 tahun silam.
Ironisnya, dokter-dokter Eropa ini menghina dokter Jawa dengan menyebut mereka sebagai pengecut. Padahal, mereka sendiri tidak punya perikemanusiaan untuk menolong korban wabah pes saat itu.
Pemerintah yang abai dengan kondisi rakyat, dokter-dokter yang enggan turun tangan, rakyat yang minim pengetahuan, ditambah dengan hinaan dokter Eropa terhadap dokter Jawa semakin membakar semangat dr. Cipto untuk menolong rakyat.
Kondisi ini membuat dr. Tjipto semakin yakin bahwa tidak ada yang bisa diharapkan dari penjajah untuk rakyat terjajah.
Baca Juga: 3 Minuman Herbal Penurun Gula Darah, Salah Satunya Daun Sage