Find Us On Social Media :

Inilah Dokter Indonesia yang Menangani Pandemi Pada 1910 di Hindia Belanda Tanpa APD

Dokter Indonesia yang Menangani Pandemi Pada 1910 di Hindia Belanda.

Setibanya di Malang, dr. Tjipto langsung menyisir pelosok-pelosok desa yang terkena wabah pes.

Saat itu dr. Tjipto turun tanpa menggunakan masker, apalagi APD seperti yang kita lihat saat ini pada nakes yang menangani pasien Covid-19. Padahal, seperti yang kita tahu, wabah pes ini bisa menyerang paru-paru.

Selama menangani wabah, pemerintah Hindia-Belanda meminta 20 orang dokter untuk membantu menolong rakyat.

Dari 20 orang itu, hanya 2 yang menyatakan kesediaan. 2 dokter itu adalah mahasiswa Indonesia.

Jadi saat itu koban dari wabag pes tidak sebanding dengan jumlah tenaga medis saat itu. Apalagi, alat-alat kesehatan saat itu pasti tidak secanggih saat ini. Ketersediaan APD juga sangat langka. Mereka yang berani turun untuk membantu rakyat ini adalah yang berhasil memenuhi panggilan jiwa sebagai tenaga medis dan punya rasa kemanusiaan yang tinggi.

dr. Tjipto Mendapat Penghargaan dari Belanda

Atas peran dr. Tjipto dalam melawan wabah ini, beliau dianugerahi bintang penghargaan Ridder in de Orde van Oranje Nassau dari Ratu Wilhelmina.

Tapi, akhirnya penghargaan itu dikembalikan ke pemerintah hindia belanda karena permohonannya untuk ikut membasmi wabah pes di kota Solo ditolak oleh pemerintah.

Empat tahun setelah wabah pes masuk ke Indonesia, dr. Tjipto mengemukakan uraian ilmiah tentang penyakit pes dalam sebuah pidato. Mulai dari apa itu pes, sejarahnya, macam-macam pes, bagaimana bakteri ini menjangkit manusia, dan cara memberantasnya.

Dalam pidato itu juga, dr. Tjipto mengatakan, “Adalah tidak bertanggungjawab untuk membiarkan beribu-ribu orang jatuh menjadi korban pes dengan harapan wabah itu akhirnya bosan meminta korban orang Jawa. Tidak! Kita tidak boleh lengah!” Dikutip dari ruangguru.com (22/03/2021).

Melalui uraian itu, dr. Tjipto mengobarkan semangat nasionalisme. Pidato yang ia tulis dalam bahasa Belanda itu juga membuktikan kepada bangsa Belanda bahwa masyarakat pribumi mampu menyamai intelektual kulit putih, dan juga bangsa kulit berwarna bukanlah bangsa rendahan. Dan juga membuktikan kalau dokter Jawa tidak pengecut.

Baca Juga: Lansia Suspek Cacar Monyet di Cilegon, Keluhkan 4 Gejala Ini