Akan tetapi mengantisipasi bahwa ke depannya bisphenol-a (BPA) dapat menjadi berbahaya, itu boleh saja, namun untuk saat ini masyarakat dihimbau untuk jangan terlalu khawatir.
"Tahun 50-an, rokok tidak dianggap sebagai berbahaya di Amerika, kemudian lama-lama dengan data yang ada, diketahui bahwa ada, nah bagaimana dengan BPA ini? Jujur saja, mengenai BPA ini datanya belum cukup,"
"Kita tidak mengatakan bahwa dia tidak menyebabkan kanker, datanya belum cukup untuk menyatakan, bahkan belum tentu menyebabkan kanker, kita ga tau apakah 10 tahun 20 tahun lagi datanya sudah mulai masuk," ujar Prof. Aru.
Jadi, sejauh ini dapat dikatakan bukan berarti BPA disebut tidak menyebabkan kanker, namun masih memerlukan data yang lebih kuat untuk menyatakan paparan dari bisphenol-a berisiko terjadinya kanker. BPA Tidak Terkait Langsung Dengan Kanker
Prof. Aru juga menegaskan untuk isu terkait kandungan BPA dalam galon isi ulang yang menimbulkan polemik, diharapkan tidak mengaitkannya dengan kanker.
Berdasarkan yang disampaikan oleh Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM selaku Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI), justru 90-95 persen faktor risiko kanker berasal dari lingkungan.
"Saya hanya menyampaikan sebagai seorang yang berkecimpung dengan kanker, bahwa masalah-masalah lingkungan yang kita hadapi itu jauh lebih banyak dari pada BPA," ujar Prof. Aru menegaskan.
Ada tiga komponen utama dalam kehidupan sehari-hari yang sangat mempengaruhi kanker, yaitu:
1. Berat badan
Berat badan dapat sangat berisiko terjadinya kanker karena berhubungan langsung dengan diabetes, "Pasien diabetes lebih banyak kemungkinannya terkena kanker daripada non-diabetes,"sambung Prof. Aru.