Apa faktanya? Kita bisa buktikan, jika obat sirup tersebut harganya murah. Paling banyak dibeli dan diberikan oleh kaluarga kelas ekonomi bawah ke anak-anaknya.
"Lebih memprihatinkan adalah dalam konteks gangguan ginjal akut ini mayoritas obat tercemar adalah obat murah yang dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah," ungkapnya pada Tribunnews, Rabu (9/11/2022).
Terkait hal ini, peneliti keamanan dan ketahanan kesehatan Dicky Budiman mengungkapkan keprihatinan pada mayoritas obat sirup yang ditemui. Karena itu tadi, sebagian besar dikonsumsi masyarakat menegah ke bawah. Menurut Dicky, sebagian yang mengonsumsi berada di tengah-tengah keterbatasan akses layanan kesehatan dari sisi finansial, geografis dan sebagainya.
Karenanya tidak heran, Dicky mengatakan jika kasus tersebut minim terdeteksi.
Baca Juga: Hari Kesehatan Nasional, Kenali Subvarian Covid XBB dan Cara Pencegahannya
"Karena sistim deteksi, komitmen dan penjangkauan juga lemah. Sehingga akhirnya korban yang ada tidak terdeteksi, tidak terlaporkan dan terungkap," papar Dicky lagi.
Adapun kasus yang terangkat saat ini adanya di permukaan atau dekat dengan pusat pemerintahan. Sedangkan masyarakat yang terbatas tadi terpinggirkan dan terabaikan.
"Artinya pemerintah telah gagal memenuhi hak kesehatan masyarakat. Padahal konsumsi obat kemungkinan besar korban dari adanya keteledoran ini," tegas Dicky, dikutip dari Tribunnews.com (9/11/2022). Tidak hanya keterbatasan finansial dan geografis saja, situasi ini juga ditambah dengan keterbatasan literasi kesehatan.
Hal ini, kata Dicky mesti menjadi perhatian bagi pengambil kebijakan ke depannya agar lebih memahami situasi dan permasalahan yang terjadi di masyarakat."Tidak hanya permukaan atau di daerah perkotaan, atau melihat pada indikator yang tidak mewakili kejadian sesungguhnya di lapangan," pungkasnya.
Jadi apa yang baiknya dilakukan saat ini, khususnya bagi masyarakat, untuk kemanan dan kesehatan keluarganya?(*)