BPOM bantah kecolongan
Penny membantah tidak terjadi kecolongan ataupun tidak melakukan pengawasan, sehingga produk obat sirup dengan cemaran EG dan DEG bisa beredar di masyarakat.
Ia mengatakan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh lembaga tersebut sudah sesuai dengan ketentuan. Tak hanya itu, disebutkan bahwa dalam hal ini BPOM tidak sendirian.
"Di dalam sistem hulu ke hilir tidak hanya ada Badan POM. Ada pemasoknya, ada importirnya, ada yang memasukkan bahan tersebut ke Indonesia, kemudian di distribusikan sampai ke industri farmasinya," jelas Penny.
Dari sistem tersebut, terdapat kesenjangan di mana BPOM tidak terlibat, sehingga terjadilah kasus seperti saat ini.
"Kalau Badan POM terlibat dalam pengawasan pemasukkan dari bahan pelarut tersebut, pastinya ada pengawasan yang dilakukan dengan pemasukkan surat keterangan impor," sambungnya.
Lebih lanjut, BPOM telah melakukan komunikasi, sehingga bisa melakukan pengawasan sejak awal.
Diketahui juga bahwa etilen glikol dan dietilen glikol berasal dari distributor kimia umum, bukan yang diperuntukan utuk industri farmasi.
"Ini melalui distributor kimia biasa, karena tidak melalui SKI (surat keterangan impor) Badan POM. Sehingga di sanalah terjadi kejahatan, ada pemalsuan dan pengoplosan EG dan DEG sehingga sangat tinggi," pungkasnya.
Terdapat juga aspek kelalaian perusahaan farmasi dalam melakukan pengujian, pemastian pemasok, hingga integritas dari pemasok bahan baku. (*)
Baca Juga: 3 Perusahaan Farmasi Dicabut Sertifikat CPOB, Terbaru PT Afi Farma