GridHEALTH.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali memperbarui informasi terkait cemaran etilen glikol dan dietilen glikol pada obat sirup.
Hal ini masih berkaitan dengan penyakit gangguan ginjal akut progresif atipikal (GgAP) yang dialami anak-anak.
Penetapan tersangka dua industri farmasi
Kepala BPOM Penny K. Lukito, mengungkapkan ada lima perusahaan industri farmasi yang telah melakukan pelanggaran terkait kasus cemaran pada obat sirup ini.
Di antaranya PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, PT Afi Farma, PT Samco Farma, dan PT Ciubros Farma.
"Telah diberikan sanksi administrasi terhadap kelima industri farmasi tersebut, berupa pencabutan sertifikat cara pembuatan obat yang baik dan izin edar, penghentian produk sirup obat, penarikan dan pemusnahannya dari semua persedian produk tersebut," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (17/11/2022).
Penindakan juga dilakukan terhadap distributor bahan kimia pelarut obat yakni CV Samudera Chemical.
Setelah melalui investigasi dan penyidikan, BPOM telah menetapkan tersangka yang berasal dari dua industri farmasi.
"Terhadap PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries, dilakukan proses penyidikan dan ditetapkan tersangka," jelasnya.
Sedangkan untuk PT Ciubros Farma dan PT Samco Farma, saat ini masih dilakuakn proses penyidikan serta pemeriksaan saksi ahli, sebelum penetapan tersangka.
Dua sarana produksi PT Afi Farma dan CV Samudera Chemical, telah diproses oleh BPOM bersama tim kepolisian.
BPOM bantah kecolongan
Penny membantah tidak terjadi kecolongan ataupun tidak melakukan pengawasan, sehingga produk obat sirup dengan cemaran EG dan DEG bisa beredar di masyarakat.
Ia mengatakan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh lembaga tersebut sudah sesuai dengan ketentuan. Tak hanya itu, disebutkan bahwa dalam hal ini BPOM tidak sendirian.
"Di dalam sistem hulu ke hilir tidak hanya ada Badan POM. Ada pemasoknya, ada importirnya, ada yang memasukkan bahan tersebut ke Indonesia, kemudian di distribusikan sampai ke industri farmasinya," jelas Penny.
Dari sistem tersebut, terdapat kesenjangan di mana BPOM tidak terlibat, sehingga terjadilah kasus seperti saat ini.
"Kalau Badan POM terlibat dalam pengawasan pemasukkan dari bahan pelarut tersebut, pastinya ada pengawasan yang dilakukan dengan pemasukkan surat keterangan impor," sambungnya.
Lebih lanjut, BPOM telah melakukan komunikasi, sehingga bisa melakukan pengawasan sejak awal.
Diketahui juga bahwa etilen glikol dan dietilen glikol berasal dari distributor kimia umum, bukan yang diperuntukan utuk industri farmasi.
"Ini melalui distributor kimia biasa, karena tidak melalui SKI (surat keterangan impor) Badan POM. Sehingga di sanalah terjadi kejahatan, ada pemalsuan dan pengoplosan EG dan DEG sehingga sangat tinggi," pungkasnya.
Terdapat juga aspek kelalaian perusahaan farmasi dalam melakukan pengujian, pemastian pemasok, hingga integritas dari pemasok bahan baku. (*)
Baca Juga: 3 Perusahaan Farmasi Dicabut Sertifikat CPOB, Terbaru PT Afi Farma