Find Us On Social Media :

Orangtua dari Anak Korban Gagal Ginjal Akut Gugat Lembaga Negara dan Produsen, Ahli Epidemiologi Minta BPOM Bertanggung Jawab

BPOm dan Kemenkes digugat prangtua yang anaknya menjadi korban gagal ginjal akut. Pakar minta BPOm tanggung jawab.

GridHEALTH.id - Kasus gangguan ginjal akut yang telah merenggut nyawa 195 anak Indonesia, sebenarnya sudah terdeteksi sejak Januari 2022, tapi baru mendapat perhatian serius beberapa bulan setelahnya dari pemerintah.

Kondisi tersebut membuat banyak pihak kecewa, yerlebih para orangtua dan keluarga yang anaknya menjadi korban gangguan ginjal akut.

Karenanya para keluarga yang anaknya menjadi korban gangguan ginjal akut kini melayangkan gugatan class action kepada sembilan lembaga dan perusahaan. Tek terkecuali BPOM RI dan Kemenkes RI.

Mengenai kasus dan kejadian gangguan ginjal akut yang sampai memakan korban jiwa, yang mana berawal dari obat sirup, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane, meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI bertanggung jawab terkait kasus obat sirop yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).

Alasannya, yang memberikan NIE (Nomor Ijin Edar) obat-obatan namun setelahnya memperkarakan dan mempidanakan perusahaan farmasi yang melanggar ketentuan, adalah BPOM RI.

Baca Juga: World Cup 2022, Pemerintah Qatar Ajak Anak Seluruh Dunia Cinta Sepak Bola Untuk Memerangi Obesitas

"Temuan ini membuktikan bahwa fungsi pengawasan BPOM tidak jalan. Jadi selama ini apa yang dikerjakan? Perizinan saja? Kan, mereka sudah mengantongi izin edar. Jadi jangan sampai membuat kebijakan yang menembak diri sendiri sebenarnya," kata Masdalina, beberapa waktu yang lalu, dikutip dari Tribunnews.com (20/11/2022).

Karenanya, hemat Masdalina, BPOM baiknya secara terbuka menyampaijan ke masyarakat jika lalai dalam pengawasan dan tidak langsung mempidanakan perusahaan farmasi atas kasus ini."Kalau menurut saya jauh lebih bijak kalau mengakui saja, kami (BPOM) akan meningkatkan pengawasan, kami lalai pada bagian ini, kan tidak masalah. Dibandingkan menyalahkan yang lain," ujarnya.

Mengenai hal tersebut, pada konferensi pers pada hari Kamis (17/11/2022) di Jakarta, Kepala BPOM Penny K Lukito menjelaskan, pihaknya tidak kecolongan dalam pengawasan obat sirop."Kami menyatakan bahwa BPOM tidak kecolongan dikaitkan dengan aspek kejahatan. Ini adalah aspek kejahatan obat. Sistem pengawasan yang telah dilakukan Badan POM sudah sesuai ketentuan," tegas Penny.

Baca Juga: Prosedur dan Syarat Operasi Kanker Payudara yang Perlu Dilakukan

Walau demikian para orangtua yang anaknya menjadi korban, tetap melayangkan gugatan class action, terhadap Kementerian Kesehatan (Kemenkes), BPOM dan beberapa perusahaan farmasi.Keinginan untuk mengajukan class action tersebut dilakukan sejumlah orang tua yang anaknya menjadi korban gagal ginjal akut.Mereka melayangkan gugatan tersebut karena pemerintah, yakni BPOM dan Kemenkes, serta perusahaan farmasi lalau dan lambat dalam mengawasi peredaran obat sirup yang terpapar larutan EG dan DEG.

Untuk diketahui, dari data yang ada, hingga awal November 2022, tercatat sudah ada 195 anak meninggal dunia akibat gagal ginjal akut.

Menurut ibu Safitri, salah satu orang tua yang anaknya meninggal akibat gagal ginjal akut, tidak menyangka jika batuk pilek yang dialami anaknya dalam beberapa hari malah kian memburuk, bahkan hingga meninggal dengan diagnosa gagal ginjal akut.

Baca Juga: Hari Kesehatan Nasional, Kenali Penyakit yang Sering Terjadi Pada Anak

"Semua alat di rumah sakit yang mungkin teman-teman tahu, terpasang di badan anak kami. Dari yang paling kecil umur 6 bulan, 9 bulan, sampai anak saya yang 8 tahun. Yang tidak akan terbayangkan, tidak akan bisa melupakan seumur hidup, itu terpasang di anak-anak kami. Yang hari sebelumnya masih main bola, sebelumnya masih sekolah, masih ujian, masih lari-lari sana-sini," ujar Safitri yang hadir dalam acara 'Media Briefing Korban Gagal Ginjal Akut Menggugat' (Class Action) di Jakarta, dikutip dari Suara.com (20/11/2022).

Lebih mengecewakan, kasus ini sudah sudah terdeteksi sejak Januari 2022, namun baru mendapat perhatian serius beberapa bulan setelahnya dari pemerintah."Saya menyayangkan kenapa tidak ada awareness. Kenapa dari pihak IDAI, Kemenkes tidak ada awareness. Tracing dari awal, ada kasus baru yang memang belum diketahui penyebabnya, tapi setidaknya anak-anak atau pasien ini punya satu benang merah yang sama. Dengan gejala bermacam-macam yang berbeda, rentang waktu yang berbeda, tapi sama-sama satu, dia demam dan tidak bisa buang air kecil," katanya.

Karenanyalah Safitri bersama sejumlah keluarga korban akan mengajukan class action.

Langkah tersebut diambil untuk menuntut tanggung jawab dari stakeholder yang membuat sistem pengawasan tidak berjalan dengan semestinya.

Baca Juga: 7 Jenis Makanan dan Minuman Pantangan Bagi Penderita Asam Urat

"Yang kita hadapin kan lembaga-lembaga yang abai, yang merasa sudah mengerjakan tugasnya tapi tidak dikerjakan, dan kemana lagi kami harus minta keadilan," katanya.Dalam gugatan class action tersebut, tercatat ada sembilan lembaga dan perushaan yang akan digugat, yakni BPOM, Kemenkes, PT Afi Pharma, PT Universal Pharmaceutical Industries (UPI), PT Tirta Buana, PT Logicom Solution, PT Mega Setia Agung, CV Mega Integra, CV Budiarta.(*)

Baca Juga: Bukan Cuma Gara-gara Makanan Manis, Ketahui Penyebab Lain Diabetes