GridHEALTH.id - Kasus Covid-19 hingga saat ini memang belum ada habisanya.
Pakar Pernapasan dari Rumah Sakit Pertama Universitas Peking, Wang Guangfa mengatakan bahwa China menghadapi lonjakan kasus virus corona (Covid-19) yang parah selama dua minggu ke depan.
Hal ini terjadi di tengah kekhawatiran global atas kemungkinan mutasi dan efek tidak langsung bagi ekonomi dunia.
Bukan tanpa sebab, karena warganya secara mengejutkan mengabaikan kebijakan virus China yang ketat.
Selain itu, pada bulan ini China mulai membuka lockdown dan pengujian 'nol-Covid', yang sebagian besar telah menekan angka penyebaran virus selama tiga tahun, dengan biaya ekonomi dan psikologis yang besar.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Kamis (22/12/2022), pelonggaran itu bertepatan dengan lonjakan kasus Covid-19 yang dianggap para ahli kemungkinan akan bertambah cepat selama musim dingin.
Kematian keseluruhan di negara itu sejak pandemi mulai direvisi menjadi 5.241 setelah menghilangkan satu kematian di Beijing.
Angka itu kemungkinan meningkat tajam dalam waktu dekat, dengan Global Times yang dikelola pemerintah.
Kasus parah di negara itu meningkat 53 di seluruh China pada Selasa lalu, dibandingkan peningkatan 23 hari sebelumnya.
Baca Juga: Hiposmia, Gejala Baru Covid-19 Varian BF.7 yang Berisiko Menyebabkan 1 Juta Kematian di Cina
Tapi China tidak memberikan angka absolut dari kasus yang parah.
Banyak Masyarakat Menimbun Obat
Wang memperkirakan puncak kasus di China pada akhir Januari, dengan kemungkinan kehidupan akan kembali normal pada akhir Februari atau awal Maret 2023.
Lonjakan kasus Covid-19 inilah yang mendorong terjadinya kelangkaan obat-obatan di China.
Beberapa warga China yang tinggal di negara lain pun bahkan mengirimkan obat pilek dan flu.