Trombosit adalah sel darah tidak berwarna yang mempunyai peran untuk membantu pembekuan darah.
Trombosit menghentikan pendarahan dengan cara menggumpal dan membentuk sumbat pada luka pembuluh darah.
Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, pada kasus-kasus tertentu ini dapat mengancam nyawa seseorang.
Namun menurutnya, kondisi ini bila dikaitkan dengan vaksin COVID-19 merupakan kejadian yang langka.
"Disebut kondisi langka karena tidak semua (penerima vaksin), akan begitu," katanya kepada GridHEALTH, Kamis (2/5/2024).
Lebih lanjut Dicky menjelaskan, trombositopenia terjadi karena adanya keterlibatan reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap vaksin yang disebut Vaccine-induced immune thrombotic thrombocytopenia (VITT).
"Terjadi ketika tubuh penerima vaksin menghasilkan antibodi yang menyerang trombosit, yang kemudian memicu pembekuan darah tidak biasa," ujarnya.
Kejadiannya trombositopenia pada penerima vaksin AstraZeneca sangat amat jarang terjadi.
Setelah menerima vaksin dosis pertama, risiko terjadinya kondisi ini hanya 8,1 kasus per 1 juta per penerima vaksin.
Pada penerima dosis kedua, maka risikonya juga menurun jadi 2,3 kasus per 1 juta penerima vaksin.
"Dibanding dosis pertama dan kedua, sebetulnya risikonya sebanding dengan tingkat tipikal pada mereka yang tidak vaksin. Jadi artinya, (risiko) semakin menurun," ujarnya.
Bahkan bila vaksinasi sudah dilakukan lebih dari 6 bulan, maka risikonya semakin menurun. Sehingga, tidak perlu khawatir bagi orang-orang sudah menerima vaksin AZ. (*)
Baca Juga: Keberhasilan Vaksin mRNA pada COVID-19, Melihat Potensi Lain dan Urgensi Atasi Keterbatasannya