Find Us On Social Media :

Fakta-fakta Bakteri Pemakan Daging di Jepang dan Cara Menghindarinya

Fakta bakteri pemakan daging dan cara menghindarinya

GridHEALTH.id – Jepang tengah dilanda wabah bakteri “pemakan daging”.

Bakteri pemakan daging atau Necrotizing fasciitis disebut demikian, karena infeksi penyakit ini memiliki dampak yang dapat menghancurkan kulit, lemak, dan jaringan yang menutupi otot dalam waktu sangat singkat.

Walaupun jarang terjadi, bakteri pemakan daging bisa sangat serius dan bahkan menyebabkan kematian.

Berikut ini beberapa fakta mengenai bakteri pemakan daging beserta cara menghindarinya.

Fakta-fakta bakteri pemakan daging

Melansir dari berbagai sumber, ini adalah beberapa fakta mengenai bakteri pemakan daaging di Jepang.

Apa itu bakteri pemakan daging?

Kasus infeksi bakteri pemakan daging ini memiliki nama ilmiah streptococcal toxic shock syndrome (STSS).

Penyebabnya adalah bakteri Streptococcus pyogenes yang lebih dikenal sebagai streptokokus grup A.

Pada kasus yang jarang terjadi, infeksi streptococcus A dapat menjadi berbahaya ketika bakteri menghasilkan racun dan mengalir ke dalam darah.

Penyakit ini paling sering terjadi pada pasien usia di atas 65 tahun, terutama mereka yang mengalami luka akibat penyakit diabetes atau baru saja menjalani operasi.

Kendati demikian, para ahli belum mengetahui bagaimana bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh.

Gejala bakteri pemakan daging

Mengutip dari CDC, bakteri pemakan daging menunjukkan sejumlah gejala jika sudah menginfeksi manusia, seperti:

Baca Juga: Puluhan Orang Meninggal di Jepang Akibat Bakteri Pemakan Daging, Bagaimana Sebenarnya Penularannya?

1. Gejala awal

- Demam dan menggigil

- Nyeri otot

- Mual dan muntah

2. Gejala lanjutan

Setelah gejala pertama muncul, gejala akan berkembang dengan cepat dalam kurun waktu 24 hingga 48 jam.

Berikut gejala lanjutan penyakit bakteri pemakan daging:

- Hipotensi (tekanan darah rendah)

- Kegagalan organ (tanda-tanda lain bahwa organ tubuh tidak berfungsi)

- Takikardia (denyut jantung lebih cepat dari denyut jantung normal)

- Takipnea (napas cepat).

Selain itu, penderita yang terinfeksi juga akan mengalami nekrosis, masalah pernapasan, kegagalan organ yang berujung pada kematian.

Direktur infeksi, imunitas dan kesehatan global di Murdoch Children's Research Institute di Melbourne Australia, Andrew Steer mengatakan, pada kasus tertentu, penderita SSTS sering kali tidak memiliki tanda-tanda peringatan.

Baca Juga: Wabah Bakteri Pemakan Daging Tengah Gegerkan Jepang, Awas 5 Kondisi Ini yang Paling Rentan Terserang

Indikasi awal yang bisa dikategorikan sebagai gejala wabah bakteri pemakan daging berupa ruam seperti sengatan matahari.

Dalam waktu 24 hingga 48 jam, tekanan darah akan turun diikuti dengan kegagalan organ dan detak jantung dan pernapasan yang cepat.

Oleh sebab itu, sangat disarankan untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat apabila Anda merasakan gejala-gejala di atas.

Faktor risiko bakteri pemakan daging

Banyak orang yang terkena Necrotizing fasciitis berada dalam kondisi sehat sebelum terkena infeksi.

Bakteri “pemakan daging” dapat lebih rentan terjadi pada sejumlah kondisi, seperti:

- Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.

- Memiliki masalah kesehatan kronis seperti diabetes, kanker, atau penyakit hati atau ginjal.

- Memiliki luka di kulit, termasuk luka operasi.

- Baru saja menderita cacar air atau infeksi virus lain yang menyebabkan ruam.

- Menggunakan obat steroid yang dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.

Penularan bakteri pemakan daging

Kementerian Kesehatan Jepang belum mengumumkan secara pasti apa penyebab wabah bakteri "pemakan daging' merebak di negaranya.

Baca Juga: Selain karena Bakteri, Ini Penyebab Lain Bau Kaki dan Cara Mengatasinya yang Tepat

Namun, Kementerian Kesehatan Jepang menyatakan, lonjakan kasus bakteri "pemakan daging" disebabkan karena pelonggaran mitigasi virus Covid-19.

Profesor penyakit menular di Tokyo Women’s Medical University, Ken Kukichi menduga, tingginya kasus bakteri pemakan daging di Jepang disebabkan karena melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat COVID-19.

“Kekebalan tubuh bisa ditingkatkan jika terus menerus terpapar bakteri. Namun mekanisme itu tidak ada selama pandemi virus corona.

Jadi, kini semakin banyak orang yang rentan terhadap infeksi, dan itu mungkin menjadi salah satu alasan meningkatnya kasus secara tajam,” kata Kikuchi. 

Cara menghindari bakteri pemakan daging

Pakar penyakit menular Céline Gounder mengatakan belum diketahui pasti mengapa infeksi ini ditemukan.

Namun, ia membagikan cara untuk membantu mencegah infeksi ini.

Salah satu yang perlu dilakukan adalah melakukan vaksinasi.

"Karena cacar air dan influenza merupakan faktor risiko infeksi GAS yang parah, vaksinasi terhadap virus varicella zoster dan influenza dapat mengurangi risiko infeksi GAS yang parah," kata Gounder. 

Tak hanya itu, pemberian antibiotik juga dibutuhkan dalam pencegahan.

"Orang-orang yang telah melakukan kontak dekat dengan seseorang yang menderita infeksi GAS parah dan memiliki sistem imun yang lemah, hamil, atau memiliki luka terbuka harus diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi," tambah Gounder.

Nah, itu dia beberapa fakta tentang bakteri pemakan daging dan cara menghindarinya. Semoga bermanfaat! (*)

Baca Juga: 5 Cara Ampuh Menghilangkan Bau Mulut karena Gigi Berlubang, Napas Kembali Segar