Misalnya seperti lapisan dalam kaleng logam, serta untuk barang-barang konsumen seperti peralatan dapur, piring, botol minum plastik, dan dispenser air.
Peraturan ini akan berlaku secara resmi setelah masa pengawasan oleh Parlemen dan Dewan Eropa pada akhir tahun 2024.
Perusahaan diberi waktu transisi selama 18 hingga 36 bulan untuk mematuhi larangan ini.
Komitmen UE dalam mengurangi bahaya BPA pada produk konsumen memang telah ditunjukkan sejak tahun 2011, dengan melarang penggunaan BPA dalam botol bayi dari jenis plastik keras polikarbonat.
Berlanjut pada 2016, UE juga melarang penggunaan BPA dalam kertas penerimaan termal ditambah tahun 2018, UE memberlakukan pembatasan lebih lanjut pada penggunaan BPA dalam botol dan wadah bayi dan anak-anak, cat dan pelapis.
Sebagai langkah preventif, EFSA sendiri sudah secara ekstrem mengatur syarat aman jumlah angka asupan harian yang bisa ditoleransi (total daily intake/TDI) - jumlah zat dalam makanan yang dianggap aman bagi manusia, yakni sebesar 0,2 nanogram per kilogram (ng/kg) berat badan per hari.
Toleransi terhadap BPA yang boleh masuk ke tubuh manusia juga diperketat hingga puluhan ribu kali lipat sekitar 20.000 kali dari TDI sebelumnya yang direkomendasikan sebesar 4000 nanogram atau 4 mikrogram per kilogram berat badan per hari.
Belum ada ambang batas migrasi BPA di Indonesia
Regulasi yang baru saja dikeluarkan BPOM sedikit berbeda dengan peraturan UE. Pada Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, terdapat dua pasal tambahan terkait pelabelan risiko BPA pada kemasan AMDK, yaitu 48a dan 61a.
Pasal 48a mewajibkan produsen AMDK untuk mencantumkan tulisan “simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam”.
Sedangkan, Pasal 61A mengatur bahwa air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat harus mencantumkan peringatan dalam label yang berbunyi “dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan”.
Ahli Farmakologi dari Departemen Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Profesor Junaidi Khotib menyambut baik regulasi yang diresmikan BPOM baru-baru ini.
Baca Juga: 7 Minuman Tradisional untuk Mengatasi Vertigo, Buat dengan Jahe hingga Kelapa