GridHEALTH.id - Nama Aysa Aurealya Maharani dan Anggina Rafitri mendadak viral dan menjadi perbincangan hangat di masyarakat belakangan ini.
Dua siswi SMAN 2 Kota Palangkaraya Kalteng tersebut diketahui berhasil meraih penghargaan Internasional di Seoul, Korea Selatan.
Lantaran mengenalkan akar bajakah tunggal yang diklaim mampu menyembuhkan tumor ganas seperti kanker payudara.
Baca Juga: Viral Akar Bajakah Obat Kanker Payudara, Padahal Bukan Obat, Malah Ada yang Beracun
Capaian kedua siswi ini tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi Indonesia. Namun terlepas dari itu, temuan ini juga ternyata menjadi kontroversi di masyarakat.
Sebab klaim kandungan akar bajakah tunggal dirasa bak pisau bermata dua.
Di satu sisi menjadi kabar baik bagi dunia penelitian kesehatan Indonesia, sedangkan di sisi lain klaim tersebut dapat menyesatkan banyak orang.
Hal ini dikarenakan uji coba yang dilakukan Aysa dan Anggina baru dilakukan pada hewan tikus putih saja.
Sehingga pengujian ini dinilai belum cukup untuk membuktikan bahwa akar bajakah tunggal bisa menyembuhkan atau menjadi obat penyakit kanker.
Baca Juga: Serumen Prop, Kotoran Telinga yang Bisa Berdampak Pendengaran Berkurang
Perlu diketahui, suatu produk dapat dikatakan menjadi obat jika telah melewati beberapa tahapan dimulai dari mengindentifikasi zat aktif yang terkandung, menemukan cara kerjanya, melakukan uji praklinik sampai uji klinik.
Serta waktu yang dibutuhkan pun tidak sedikit, bahkan bisa bertahun-tahun.
Oleh sebab itu, klaim akar bajakah tunggal sebagai obat penyakit kanker payudara mesti dilakukan penelitian lebih lanjut.
Baca Juga: Konsumsi Vitamin yang Tepat, Asam Laktat Penyebab Pegal dan Linu Dapat Diubah jadi Energi
Menurut dr. Windhi Kresnawati, SpA., dokter yang aktif di Yayasan Orang Tua Peduli, Markas Sehat, dalam tahapan pra-klinik, produk yang teridentifikasi memiliki zat aktif dan cara kerjanya akan di uji coba pada hewan untuk melihat efek letal, toksik, terapi, dan margin of safety sehingga ditemukannya dosis (pada hewan) dari produk tersebut.
Setelah mendapatkan dosis, baru masuk pada uji klinis yaitu percobaan yang melibatkan manusia.
Dalam uji klinis ini terdapat empat fase yang harus dilalui suatu produk sebelum dinyatakan sebagai obat.
Pada fase I, dosis produk akan diuji pada manusia sehat (melibatkan sedikit subjek penelitian), untuk melihat bagaimana tubuh manusia memetabolisme obat tersebut. Apakah hasilnya sama dengan apa yang terjadi pada hewan. Jika lolos uji klinik 1 maka produk boleh melanjutkan ke uji klinik fase 2.
Baca Juga: Penyebab Munculnya Pegal Linu, Salah Satunya Akibat Kurang Olahraga
Fase II, dalam tahapan ini percobaan akan dilakukan secara spesifik pada manusia sakit, tergantung pada tujuan dan sesuai produk yang sedang diuji.
Misalnya akar Bajakah tunggal, berarti manusia sakit yang di uji adalah penderita kanker.
Namun, manusia sakit yang menjadi percobaan tidak sembarangan, mereka harus menandatangani perjanjian hukum yang diawasi oleh kode etik dan pemerintah, serta produknya pun masih belum boleh dipasarkan.
Pada fase ini akan dievaluasi pemberian dosis dan keamanannya. Jika lolos ujian fase dua maka akan lanjut ke fase tiga.
Baca Juga: Studi: Puasa Untuk Kesehatan 3 Hari Memperbarui Sistem Kekebalan Tubuh
Kemudian masuk fase III, meski produk sudah boleh diprosuksi tapi masih belum bisa dipasarkan. Pada fase ini juga banyak sekali syarat yang harus dipenuhi .
Dari jumlah populasinya yang besar (melibatkan ribuan pasien), harus diagnosis tertentu, dan tindak lanjut yang lama karena harus dinilai efek jangka pendek, menengah, hingga panjang.
Selain itu, ditahapan ini juga produk yang diteliti akan diuji stastistik bersama dengan plasebo atau 'obat kosong'.
Dimana beberapa orang secara acak (random) akan dipilih sebagai subjek penelitian.
Baca Juga: Aturan Berolahraga Bagi Penderita Sakit Jantung, Hitung Denyut Nadi
Setengah dari orang-orang tersebut diberi obat yang benar-benar mengandung zat obat, sementara setengahnya lagi diberi obat kosong.
Percobaan ini akan membantu peneliti mengetahui apakah obat tersebut benar-benar efektif atau hanya sugesti pasien yang merasa lebih baik karena tahu mereka telah mengonsumsi produk obat tersebut. Apabila lolos ujia fase 3 (dinyatakan efektif dan aman) maka obat tersebut boleh didaftarkan ke BPOM dan boleh dijual di pasaran.
Fase terakhir alias fase IV adalah post marketing surveillance, yakni kegiatan pengawasan untuk melihat aspek keamanan, khasiat dibandingkan dengan obat standar sebelumnya, dan mutu produk tersebut di populasi.
Sebab produk telah dipasarkan di masyarakat dan dokter pun sudah boleh membuatkan resepnya.
Hal ini dilakukakan karena bisa saja ditemukan very long term effect (efek jangka sangat panjang) dari produk yang telah diedarkan.
Sehingga tak jarang pada beberapa kasus terjadi penarikan obat dari peredaran di masyarakat setelah fase 4 ini.
Baca Juga: Dari Rambut Rontok Sampai Dermatitis Seboroik, Ini Dampaknya Kalau Tidak Menjaga Kebersihan Helm
Pada dasarnya semua uji praklinik dan uji klinik dilakukan untuk menilai efektivitas dan keamanan produk. Apabila tidak melalui uji tersebut maka siapa pun tidak boleh melakukan klaim efektivitas dan keamanan.
Melihat penjelasan tersebut, ada baiknya sebelum mempercayai suatu produk dapat mengobati atau menyembuhkan, kita juga harus mengetahui posisi dari pengujian produk tersebut sudah melewati tahapan mana.
Baca Juga: Dari Rambut Rontok Sampai Dermatitis Seboroik, Ini Dampaknya Kalau Tidak Menjaga Kebersihan Helm
Bukan tanpa alasan, hal ini penting dilakukan untuk mencegah risiko kesehatan atau efek samping yang dapat ditimbulkan, tak terkecuali produk dari akar bajakah tunggal yang belakangan ramai diperbincangkan.
Sebab sama halnya dengan yang lain, suatu produk obat-obatan pasti memiliki efek sampingnya tersendiri.
Baca Juga: Gelar Acara Baby Shower, Posisi Tidur Istri Ahok, Puput Nastiti Devi Perlu Diperhatikan
Terlebih setelah viralnya berita tentang akar Bajakah, kini banyak bermunculan pedagang dadakan tanaman asal Kalimantan Tengah ini dengan iming-iming bisa menyembuhkan kanker.
Padahal sampai saat ini, akar bajakah belum memasuki tahapan penelitian uji klinis. (*)
#gridhealrhid #inspiringbetterhealth
Source | : | Gridhealth.id |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar