GridHEALTH.id - Kabar pindahnya ibu kota ke Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kutai Kertanegara masih terus menjadi polemik tersendiri di negeri ini.
Dikabarkan luas lahan ibu kota baru digadang-gadang mencapai 3 kali lipat luas DKI Jakarta yang hanya mencapai 66.233 hektar.
Sedangkan luas lahan Kabupaten Penajam Paser Utara sekitar 333. 306 herkat, dan Kabupaten Kutai Kartanegara seluas 2.726.310 hektar.
Jika disatukan luas lahan kedua kabupaten tersebut, ibu kota baru akan memiliki luas lahan sekitar 3.059.616 hektar.
Selain luas lahannya, menurut Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Senin (26/8) lalu menyebutkan bahwa ibu kota baru akan memiliki risiko minim bencana.
"Risiko bencana minimal, baik bencana banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi, dan tanah longsor," ujar Presiden Jokowi, mengutip Kompas.com.
Lantas benarkah ibu kota baru ini akan minim bencana tersebut?
Baca Juga: Ternyata Cokelat Kaya Magnesium yang Bisa Turunkan Risiko Diabetes, Ini Makanan Lainnya
Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono menyebutkan bahwa wilayah Kalimantan Timur memiliki 3 sesar.
Daryono menambahkan, secara geologi dan tektonik, di Provinsi Kalimantan Timur sendiri terdapat 3 struktur sesar sumber gempa, yakni Sesar Maratua, Sesar Mangkalihat, dan Sesar Paternostes.
Menurutnya, dua sesar yakni Sesar Maratua dan Sesar Mangkalihat masih menunjukkan tanda keaktifan.
Kedua sesar ini berada di Kabupaten Berau dan Kabupatan Kutai Timur.
Tanda keaktifan kedua sesar ini terlihat dalam peta seismitas yang menunjukkan 2 zona besar dengan aktivitas kegempaan cukup tinggi.
Kedua zona ini mebentuk klaster sebaran pusat gempa yang berarah barat sampai timur.
Bahkan dalam kajian Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN), wilayah Sesar Mangkalihat memiliki potensi magnitudo mencapai 7,0. Sesar ini dapat berdampak hingga skala intensitas VI-VII MMI.
Tak hanya gempa saja, beberapa bulan lalu tepatnya pada bulan Maret 2019, wilayah Kalimantan Timur sempat mengalami kebakaran hutan.
Baca Juga: Anaknya Sempat Cekcok dengan Jennifer Dunn, Bunda Sarita: 'Aku Punya Jam-Jam Tertentu Untuk Nangis'
Berdasarkan dari Tribun Kaltim, dikabarkan seluas 9,5 hektar lahan di Kalimantan Timur, tepatnya di Kota Bontang ludes dilahap si jago merah.
Seperti yang diketahui, dampak dari kebakaran tersebut umumnya akan menghasilkan polusi yang cukup buruk, bahkan dapat menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan.
Apalagi lahan yang ada di Kalimantan Timur didominasi dengan gambut dan semak belukar, yang cukup sulit dipadamkan jika mengalami kebakaran hutan.
Baca Juga: Digemari Masyarakat Indonesia, Daging Ayam Disebut Penyebab Wabah Penyakit Mematikan
Menurut Zulkifli Amin, dokter spesialis penyakit dalam dan respirologi, menghirup asap dalam jumlah besar dan secara tiba-tiba dapat menyebabkan komplikasi serius, bahkan kematian. Apalagi asap yang bersifat racun atau iritan akibat kebakaran hutan.
Dokter Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, ini mengatakan kebakaran hutan di Indonesia berasal dari kayu dan gambut yang menghasilkan petroleum.
Partikel ini sangat beracun bila berkumpul menjadi satu dengan partikel lain di udara dalam bentuk asap.
Angka pencemaran udara akibat kebakaran hutan yang terjadi berbulan-bulan bisa mencapai 300 dalam indeks standar pencemaran udara (ISPU).
Baca Juga: Digemari Masyarakat Indonesia, Daging Ayam Disebut Penyebab Wabah Penyakit Mematikan
"Kadar ini sangat membahayakan, terutama bagi para manula, penderita jantung koroner, bayi, anak-anak, dan ibu hamil," ujar dokter Zulkifli, dikutip dari GridHEALTH.id.
Jika sering terjadi otomatis polusi udara akan meningkat dan kualitas udara akan memperburuk yang bisa saja merusak suasana hati.
Pasalnya, penelitian dari Georgetown University, menyatakan sejak tahun 2010 polusi udara memiliki dampak negatif terhadap tingkat kebahagiaan dan kesejahteraan manusia.
Sebagai contohnya, akibat adanya kebakaran hutan seperti ini, risiko terkena berbagai penayakit pernapasan akan meningkat, pun biaya untuk berobat setiap orangnya juga akan bertambah.
Hal ini berdampak pada ekonomi keluarga dan kebahagiaan setiap anggotanya.
Baca Juga: Ganti Daging Merah Dengan Daging Ayam Kurangi Risiko Kanker Payudara
Selain itu, campuran partikel seperti karbon monoksida, sulfur dioksida, nitrogen dioksida, dan ozon juga berdampak pada kesehatan kognitif kita.
Paparan polusi udara yang terus menerus ini sangat berdampak terhadap pikiran kita dan suasana hati.
Seseorang yang sering terkena polusi udara yang mengandung banyak karbon monoksida (CO) akan lebih sering mengalami pusing, penurunan oksigen dalam otak yang dapat membuat konsentrasi berpikir menurun sehingga mengakibatkan bad mood terjadi lagi.
Baca Juga: Bocah Inggris Bangun Dari Koma 3 Minggu Setelah Sang Ibu Menyemprotkan Deodoran Favorit
Kini, yang kita harapkan, semoga tak ada lagi kebakaran hutan di Indonesia agar pemindahan ibu kota ke daerah kalimantan Timur pun akan berlangsung lancar tanpa adanya dampak buruk bagi kesehatan. (*)
Source | : | Kompas.com,Science Direct,Tribun kaltim,GridHealth.ID |
Penulis | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Editor | : | GridHEALTH |
Komentar