Walau iuran naik, sebenarnya adalah deal yang sudah sangat bagus jika dibandingkan dengan negara lain di dunia yang menerapkan sistem jaminan asuransi berbasis iuran.
Coba kalau anda hidup di Amerika, anda tidak bisa daftar asuransi lantas ditanggung pengobatan penyakit yang sudah ada sebelumnya. Iurannya pun super mahal. Hidup di China, memang iuran murah, ada subsidi pemerintah tapi pengobatan tidak sepenuhnya gratis ada biaya cukup besar yang harus dibayar sendiri.
Di Indonesia yang tidak mampu bukan di subsidi, tapi dibayarkan full iurannya. Kalau tidak mampu bahkan pemerintah buat aturan pasien tidak boleh nambah / iur biaya. Kalau ada keterbatasan ekonomi hanya sanggup membayar Rp 42.000/bulan tindakan medis sebesar 200 juta bisa ditanggung BPJS, ini deal yang sudah sangat bagus (dan lebih sosialis dari negara sosialis seperti China).
Peserta yang sehat bayar biaya berobat yang sakit, itu prinsip gotong royong dalam JKN. Tapi teori tidak seindah prakteknya. Dalam prakteknya sangat sering yang baru daftar BPJS karena sakit agar bisa berobat lebih murah.
Kalau sudah sembuh atau merasa sembuh iuran tidak dibayar. Banyak yang merasa sayang buat apa bayar BPJS kalau ga dipake. Iuran nunggak menjadi salah satu masalah dalam JKN.. Kedepannya saya rasa bisa diakali dengan mewajibkan pembayaran BPJS per keluarga harus berbarengan dengan pembayaran tagihan listrik.
Kalau sampai telat bayar padam rumahnya BPJS tidak bisa dipakai, jadi pasti tidak akan lupa dan nunggak.
Dengan meningkatnya iuran ada juga kekhawatiran bahwa peserta BPJS kemudian rame-rame turun kelas, kalau ini terjadi pemasukan BPJS tentu bakalan turun, bisa jadi kembali timbul defisit. Karena itu saya rasa manfaat kelas 1 perlu ditambah agar masyarakat terdorong untuk ikut kelas 1.
Wajar dong kalau misalnya PNS, TNI, Pekerja Kantor yang membayar iuran setara peserta kelas 1 membayar lebih besar untuk mensubsidi peserta kelas 3 dapat fasilitas lebih. Misal untuk kasus non emergency seperti kunjungan rawat jalan, peserta kelas 1 dilayani duluan, baru kemudian kelas 2 dan kelas 3. Sebelum ada komentar miring saya jelaskan dulu ya kalau besaran tarif rawat jalan yang dibayarkan ke RS antara kelas 1 atau kelas 3 itu sama saja, tidak berbeda.
RS atau dokternya dibayar sama, obatnya juga sama, dari segi pelayanan tidak akan berbeda, yang berbeda hanya waktu pelayanan. Tentunya akan banyak yang merasa ga adil juga ya saya bayar lebih mahal kok pelayanan sama saja.
Baca Juga: Clara Gopa dan Vhanya Kiara Geram Karena Masih Saja Dihujat, Ini Risiko Punya 'Semangka' Besar
Akhirnya mereka memilih turun kelas. Kalau bisa dilakukan saya rasa akan banyak peserta yang memilih untuk jadi peserta kelas 1.
Dengan meningkatnya anggaran BPJS terbuka beberapa kemungkinan, misal saya berharap agar pasien BPJS bisa berobat ke beberapa poliklinik sekaligus di hari yang sama sehingga pasien tidak perlu bolak balik ke dokter beda poliklinik di hari yang berbeda.
Obat beberapa penyakit kronis yang mahal seperti sildenafil untuk kasus hipertensi pulmonal bisa masuk ekatalog sehingga pasiennya bisa masuk program penyakit kronis.
Besaran tarif InaCBGs disesuaikan sehingga dokter bisa bekerja sesuai kompetensi nya tanpa harus merujuk karena tarif yang tidak memadai. Banyak perubahan yang harus dilakukan agar layanan kesehatan Indonesia bisa lebih baik, hal itu tidak mungkin terlaksana tanpa meningkatnya anggaran. Tidak mungkin juga terlaksana kalau semua memilih untuk jadi peserta kelas 3 dan menunggak iuran.”(*)
Bagaimana menurut Anda?
Source | : | CNN,Kompas TV,GridHealth.ID,persi.or.id |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar