GridHEALTH.id - Per Januari 2019, utang BPJS Kesehatan yang jatuh tempo ke RS mencapai Rp12,97 triliun, dengan liabilitas pelayanan kesehatan dalam proses Rp3,93 triliun.
Angka itu pun belum memperhitungkan pelayanan kesehatan yang belum dilaporkan,sekitar Rp17,53 triliun.
"Utang BPJS Kesehatan ke RS memang sangat besar dan tentunya sangat mengganggu cash flow RS, sehingga RS mengalami masalah dalam menjalankan operasionalnya. Dampak langsungnya adalah pelayanan kesehatan kepada peserta terganggu, "papar Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, yang dilansir dari CNN Indonesia (18/04/2019 09:56 WIB).
Per Juli 2019, menurut Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes, melansir persi.or.id (17 Juli 2019), terdapat tunggakan Rp6,5 triliun yang belum dibayarkan BPJS Kesehatan terhadap RS-RS di seluruh Indonesia.
"Sehingga kami minta yang Rp6,5 triliun itu segera dibayarkan agar RS bisa kembali bernapas, membayar gaji pegawainya, membayar tagihan obat dan alkes, listrik dan lain sebagainya.”
Ada banyak pendapat dan masukan bahkan kritikan mengenai kondisi keungan BPJS.
Baca Juga: Studi: Merasa Cepat Lelah Bukti Pertanda Jantung Mulai Bermasalah
Salah satunya adalah rencana menaikan iuran BPJS yang belakangan ini ramai dibicarakan, dan menuai kritik pedas banyak warganet.
Yang jadi pertanyaan, apakah sistim jaminan kesehatan Negara kita Republik Indonesia jelek dan tak lebih bagus dari Negara lain? Juga membebani masyarakatnya sendiri?
Mengenai hal ini ada sebuah status di facebook yang perlu kita baca.
Status tersebut ditulis oleh @ErtaPriadiWirawijaya (28/08/19; 11.52) di akun Facebook pribadinya.
Dia adalah seorang dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah asal Bandung, Jawa Barat.
Berikut ini adalah tulisannya yang diberi judul; Sistem Jaminan Kesehatan, Bagus Mana? Amerika, China, Indonesia?
“Di Amerika Trump merombak sistem kesehatan Amerika, tadinya melalui reformasi kesehatan oleh Obama, layanan kesehatan mau dibuat lebih terjangkau.
Banyak yang keberatan dengan rencana ini, kalau dibuat murah nanti kualitas layanan kesehatan bakalan turun katanya partai Republik. Orang seharusnya bisa memilih sendiri layanan kesehatan yang mereka mau, kalau dipukul sama rata apa bedanya sama negara sosialis? Mahal tidak apa-apa, itu harga yang harus dibayar untuk mendapatkan layanan kesehatan berkualitas.
Karena itu sampai sekarang layanan kesehatan di Amerika masih merupakan yang termahal di dunia. Kualitasnya? Debatable apa memang yang terbaik.
Menarik untuk menyorot pembelaan partai republik terhadap sistem layanan kesehatan super mahal Amerika. Kalau murah bisa diakses semua masyarakat itu artinya sosialis. Mahal tapi berkualitas itu penting, seberapa jauh berkualitas nya tidak pernah dibahas.
Apa iya negara sosialis layanan kesehatannya gratis? Kalau di Cuba mungkin iya, tapi untuk negara sosialis terbesar di dunia RRC ternyata tidak juga...
Untuk bisa masuk sistem jaminan kesehatan semesta perlu bayar iuran mirip di Indonesia, ketika menjalani pengobatan pun tidak ditanggung semuanya.
Bisa dilihat di tabel di bawah, itu untuk tahun 2011. Premi termurah itu 24 USD pertahun, disubsidi pemerintah 18 USD. Jadi total sekitar 42 USD/tahun atau 600 ribu pertahun. Sebulan dibayarkan untuk perusahan asuransi 50 ribu/bulan, sebulan harus bayar 28 ribu dari kantong sendiri.
Tapi walau sudah bayar sebesar itu, ternyata harus yang dibayar pihak asuransi hanya 44% dari biaya perawatan dan ada batasnya, batasnya itu 6x pendapatan tahunan rata-rata petani, itu untuk yang hidup di desa.
Untuk yang hidup di kota, biayanya lebih mahal lagi, 240 USD/tahun tanpa subsidi pemerintah. Jadi sekitar Rp 3,424,296 pertahun, atau 285 ribu perbulan. Itupun tidak gratis semua ditanggung, ditanggung hanya 68% dengan batas maksimal 6x pendapatan rata-rata mereka yang hidup di kota.
Ini angka yang saya bahas tahun 2011, sekarang tentunya tarifnya naik tapi sistemnya tidak jauh berbeda.
Sekarang coba lihat sistem kesehatan di Indonesia...
Ada anak dengan penyakit jantung bawaan, perlu di operasi biayanya 100 juta. Dulu kalau memang miskin bisa daftar jamkesmas sehingga tindakannya bisa ditanggung.
Tapi kalau mampu sedikit, misal anak karyawan pabrik, tidak berhak dapat Jamkesmas. Dia harus keliling dulu kebeberapa yayasan, cari donatur agar anaknya bisa dioperasi.
Sekarang tinggal daftar BPJS biaya paling murah Rp 25.500/bulan dan operasi senilai 100 juta bisa di tanggung oleh BPJS.
Baca Juga: Teka-teki Kematian Bruce Lee Akhirnya Terungkap, Pembengkakan Otak
Dulu pasien dengan robekan pembuluh darah besar bagaikan di vonis hukuman mati. Karena kalau sampai pembuluh darah robek mendadak pasien bisa langsung meninggal. Biaya untuk operasi terlalu mahal, harus jual rumah baru bisa hidup, banyak yang tidak sanggup.
Kini dengan adanya BPJS pasien hanya harus bayar iuran Rp 25.500/bulan lantas bisa dirujuk dan dipasang stent endovaskular. Biaya sebesar 200 juta ditanggung BPJS.
Sekarang ada wacana iuran BPJS mau naik, kelas III dari Rp25.500 menjadi Rp42.000, kelas II dari Rp51.000 menjadi Rp110.000, lalu kelas I dari Rp80.000 menjadi Rp160.000.
Walau iuran naik, sebenarnya adalah deal yang sudah sangat bagus jika dibandingkan dengan negara lain di dunia yang menerapkan sistem jaminan asuransi berbasis iuran.
Coba kalau anda hidup di Amerika, anda tidak bisa daftar asuransi lantas ditanggung pengobatan penyakit yang sudah ada sebelumnya. Iurannya pun super mahal. Hidup di China, memang iuran murah, ada subsidi pemerintah tapi pengobatan tidak sepenuhnya gratis ada biaya cukup besar yang harus dibayar sendiri.
Di Indonesia yang tidak mampu bukan di subsidi, tapi dibayarkan full iurannya. Kalau tidak mampu bahkan pemerintah buat aturan pasien tidak boleh nambah / iur biaya. Kalau ada keterbatasan ekonomi hanya sanggup membayar Rp 42.000/bulan tindakan medis sebesar 200 juta bisa ditanggung BPJS, ini deal yang sudah sangat bagus (dan lebih sosialis dari negara sosialis seperti China).
Peserta yang sehat bayar biaya berobat yang sakit, itu prinsip gotong royong dalam JKN. Tapi teori tidak seindah prakteknya. Dalam prakteknya sangat sering yang baru daftar BPJS karena sakit agar bisa berobat lebih murah.
Kalau sudah sembuh atau merasa sembuh iuran tidak dibayar. Banyak yang merasa sayang buat apa bayar BPJS kalau ga dipake. Iuran nunggak menjadi salah satu masalah dalam JKN.. Kedepannya saya rasa bisa diakali dengan mewajibkan pembayaran BPJS per keluarga harus berbarengan dengan pembayaran tagihan listrik.
Kalau sampai telat bayar padam rumahnya BPJS tidak bisa dipakai, jadi pasti tidak akan lupa dan nunggak.
Dengan meningkatnya iuran ada juga kekhawatiran bahwa peserta BPJS kemudian rame-rame turun kelas, kalau ini terjadi pemasukan BPJS tentu bakalan turun, bisa jadi kembali timbul defisit. Karena itu saya rasa manfaat kelas 1 perlu ditambah agar masyarakat terdorong untuk ikut kelas 1.
Wajar dong kalau misalnya PNS, TNI, Pekerja Kantor yang membayar iuran setara peserta kelas 1 membayar lebih besar untuk mensubsidi peserta kelas 3 dapat fasilitas lebih. Misal untuk kasus non emergency seperti kunjungan rawat jalan, peserta kelas 1 dilayani duluan, baru kemudian kelas 2 dan kelas 3. Sebelum ada komentar miring saya jelaskan dulu ya kalau besaran tarif rawat jalan yang dibayarkan ke RS antara kelas 1 atau kelas 3 itu sama saja, tidak berbeda.
RS atau dokternya dibayar sama, obatnya juga sama, dari segi pelayanan tidak akan berbeda, yang berbeda hanya waktu pelayanan. Tentunya akan banyak yang merasa ga adil juga ya saya bayar lebih mahal kok pelayanan sama saja.
Baca Juga: Clara Gopa dan Vhanya Kiara Geram Karena Masih Saja Dihujat, Ini Risiko Punya 'Semangka' Besar
Akhirnya mereka memilih turun kelas. Kalau bisa dilakukan saya rasa akan banyak peserta yang memilih untuk jadi peserta kelas 1.
Dengan meningkatnya anggaran BPJS terbuka beberapa kemungkinan, misal saya berharap agar pasien BPJS bisa berobat ke beberapa poliklinik sekaligus di hari yang sama sehingga pasien tidak perlu bolak balik ke dokter beda poliklinik di hari yang berbeda.
Obat beberapa penyakit kronis yang mahal seperti sildenafil untuk kasus hipertensi pulmonal bisa masuk ekatalog sehingga pasiennya bisa masuk program penyakit kronis.
Besaran tarif InaCBGs disesuaikan sehingga dokter bisa bekerja sesuai kompetensi nya tanpa harus merujuk karena tarif yang tidak memadai. Banyak perubahan yang harus dilakukan agar layanan kesehatan Indonesia bisa lebih baik, hal itu tidak mungkin terlaksana tanpa meningkatnya anggaran. Tidak mungkin juga terlaksana kalau semua memilih untuk jadi peserta kelas 3 dan menunggak iuran.”(*)
Bagaimana menurut Anda?
Source | : | CNN,Kompas TV,GridHealth.ID,persi.or.id |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar