GridHEALTH.id - Stunting adalah keadaan di mana tinggi badan anak terlambat dan tidak sesuai standar tinggi badan anak di kelompok usianya.
Di Indonesia, angka prevalensi stunting pada balita mencapai 37% dan penyebarannya hampir terjadi di seluruh provinsi.
Baca Juga: Berantas Stunting: Faktor Gizi Buruk Jadi Penyebab Utama Anak Stunting
Diperkirakan pada tahun 2025, angka stunting balita di seluruh dunia akan meningkat jika tidak ada upaya pencegahan.
Menukil laman resmi Kementerian Kesehatan, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Hingga kini, pencegahan stunting masih menjadi kendala meski upaya pemerintah terus dilakukan.
Bukan rahasia lagi bahwa orangtua pun punya andil mengapa stunting masih sulit diberantas. Dikutip dari laman IDN.com, berikut adalah hal-hal yang menjadi penghambat dari pihak orangtua;
Baca Juga: Malaysia Menjadi Tujuan Wisata Kesehatan Berobat, Apa Istimewanya?
1. Masih banyak orangtua yang percaya stunting keturunan genetik
Sebagian dari masyarakat bahkan menilai bahwa kondisi tubuh anak yang pendek kerap kali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari orangtuanya. Kondisi itu membuat para orangtua seolah 'pasrah', hanya menerima tanpa berbuat banyak untuk mencegahnya.
Padahal genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.
2. Pencegahan stunting menjadi urusan pemerintah
Pemerintah saat ini memang fokus dalam pencegahan stunting agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.
Namun orangtua sayangnya menganggap hal ini hanya menjadi pekerjaan pemerintah. Contohnya, orangtua hanya memantau perkembangan anak bila ada jadwal ke posyandu.
Baca Juga: 5 Penyebab Tidak Merokok Tapi Terkena Kanker Paru, Perlu Diwaspadai
3. Kurangnya perhatian pada gizi anak
Permasalahan stunting sering dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi. Bahkan seringkali tidak beragam.
Masyarakat masih menganggap makanan bergizi adalah makanan yang mahal sehingga enggan berpikir kreatif menyediakan makanan sehat bagi anak.
Banyak juga para bapak yang lebih memilih membeli rokok ketimbang memikirkan gizi anaknya.
Banyak juga ibu-ibu yang masih kurang menyadari pentingnya pemberian ASI eksklusif, diteruskan hingga 2 tahun usia anak. Padahal ini juga sangat membantu pencegahan stunting.
4. Kurang memperhatikan kebersihan, khususnya sanitasi dan akses air yang bersih yang bisa menekan stunting
Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk akses sanitasi dan air bersih sangat rentan mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi.
Kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan perlu diterapkan kepada anak sejak dini.
Baca Juga: RIP, Dokter 'Whistleblower' Kasus Virus Corona Pertama Kali Akhirnya Ikut Jadi Korban
Harap diketahui, stuntingg bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya, bertubuh pendek atau kerdil saja, juga terganggu perkembangan otaknya, yang akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif nantinya. (*)
#berantasstunting
Source | : | Gridhealth.id,IDN Times |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar