Dalam data tersebut dapat dilihat dengan jelas jika prevalensi gizi buruk balita di Indonesia mencapai 30,8% untuk stunting dan 17,7% untuk berat badan kurang (Riskesdas 2018).
Kondisi ini antara lain disebabkan oleh kondisi ibu hamil yang 55% mengalami kekurangan asupan energi (SKMI 2014), sepertiga dari mereka menghadapi anemia (Riskesdas 2013).
Baca Juga: Ini Alasan Kenapa Demam Berdarah Sulit Sekali Diberantas Di Indonesia
Sementara itu, di usia sekolah 80,9% anak-anak di usia sekolah (4-12 tahun di Jakarta) mengalami kekurangan asupan EPA + DHA (Neufingerl et al, 2016).
Secara umum penduduk Indonesia, termasuk> 95% orang dewasa memiliki asupan buah & sayuran yang kurang memadai. Fakta lainnya adalah, 1 dari 6 orang dewasa di Indonesia menderita anemia.
Acara yang dipandu oleh Glory Oyong, presenter Kompas TV sekaligus ibu dua anak balita yang peduli dengan tumbuh kembang anak, menghadirkan pembicara; dr. Juwalita Surapsari, M.Gizi, Sp.GK, Erlina Juwita MM, CFP,QWP.
Juwalita Surapsari, M.Gizi, Sp.GK menyatakan, “Investasi gizi sangat penting untuk dimulai menjelang masa kehamilan sebagai investasi jangka panjang kesehatan anak.
Seperti stunting misalnya, sesungguhnya kondisi ini dapat dicegah jika ibu memiliki asupan gizi yang baik.
Selama hamil ibu membutuhkan zat gizi makro dan protein untuk mendukung tinggi badan calon buah hati dan asupan kalori untuk berat badannya.
Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, dapat berdampak pada bayi lahir dengan berat badan rendah dan berisiko stunting di kemudian hari jika nutrisinya tidak dikejar selama 2 tahun pertama.”
Baca Juga: Berantas Stunting; ASI Eksklusif Membuat Bayi Lebih Mudah Cerna Makanan Padat
Menurut dr. Juwalita, stunting adalah kondisi malnutrisi kronis, dan tidak dapat diatasi lagi setelah anak memasuki usia 2 tahun, dan hal ini akan berdampak buruk pada kesehatan anak.
Anak yang mengalami stunting akan mengalami berbagai masalah kesehatan mental maupun fisik yang berlaku seumur hidup, serta tak dapat dipulihkan.
Di sisi lain, Erlina Juwita MM, CFP,QWP (Financial Planner) mengatakan, “Pemenuhan gizi di 1000 hari pertama kehidupan adalah termasuk investasi bagi masa depan, karena jika orangtua tidak memperhatikan aspek ini, dampaknya akan besar di kemudian hari bagi kondisi keuangan keluarga baik dalam jangka pendek maupun panjang.
Dampak positif berinvestasi pada makanan bergizi tidak hanya akan dirasakan orang tua, namun juga anak keturunan mereka kelak di masa datang.”
Source | : | GridHEALTH TALK |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar