GridHEALTH.id – Ramai wabah virus corona COVID-19 di Indonesia, jangan sampai mengenyampingkan isu kesehatan lainya.
Misal, penyakit kanker.
Asal tahu saja, menurut data dari riset kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia, prevalensi kanker dan tumor di Indonesia mengalami peningkatan dari 1,4 per 1000 penduduk pada tahun 2013 menjadi 1,79 per 1000 penduduk di tahun 2018.
WHO memprediksikan jumlah kematian akibat kanker di seluruh dunia meningkat menjadi lebih dari 13,1 juta manusia per tahun pada 2030.
Penyakit ganas dan mematikan ini tak hanya merenggut harapan hidup. Tapi juga merenggut produktivitas, waktu, tenaga, dan biaya.
Baca Juga: Daun Sirih Tak Sekadar Untuk Gigi, Nyatanya Miliki Sifat Anti Kanker
Karenanya tak heran, banyak pasien kanker down, mulai dari saat pertama medengar diagnose dokter, hingga berlanjut ke pengobatan.
Karenanya, pasien kanker maupun keluarganya memerlukan pendampingan psikolog yang intensif dalam menjalani proses perawatan medis.
Sayangnya tidak banyak klinik atau rumah sakit yang menyediakan layanan psikologis pada layanan komprehensif pengobatan kanker.
“Proses pengobatan kanker masih fokus pada penanganan medis seperti operasi, radioterapi, kemoterapi dan lainnya. Padahal kondisi psikologis pasien kanker dan keluarganya juga merupakan sisi yang harus disentuh dalam layanan pengobatan kanker.”
Baca Juga: Jarang Diketahui, Labu Siam Bisa Atasi Kram Otot hingga Cegah Kanker
Hal tersebut disampaikan Cecilia Sagita, M. Psi., Psikolog, anggota tim psikolog di Klinik Hayandra pada temu media bertema “Pendampingan Psikolog dan Penanganan Nyeri pada Penderita Kanker dengan Terapi Sel” yang digelar Klinik Hayandra, Kamis (5/3/2020).
Masih menurut Cecilia, banyak pasien merasa divonis mengenai akhir hidupnya, saat didiagnosis mengidap kanker.
Vonis tersebut membuat pasien kanker mengalami gangguan psikologis antara lain kecemasan, ketakutan menjalani pemeriksaan, depresi, hingga kematian.
Karena itu, selain pengobatan secara medik, pasien perlu juga diberikan intervensi yang tepat dari sisi psikologisnya.
Baca Juga: Cuci Tangan Lebih Baik, Ini Akibat Keseringan Pakai Hand Sanitizer
Apalagi saat pasien ereka mulai menjalani proses pengobatannya yang tidak hanya memakan biaya dan waktu tetapi juga efek samping pengobatan yang menyakitkan.
Kondisi tersebut berpotensi besar menimbulkan rasa frustasi, sedih, depresi pada pasien dan keluarganya.
Pada akhirnya bagi diri pasien itu sendiri, perasaan depresi dapat mempengaruhi daya imunitas tubuhnya dalam melawan sel kanker.
Baca Juga: Pasien Korban Covid-19 Harus Masuk Ruang Isolasi, Seperti Apa Isinya?
“Oleh karena itu diperlukan konseling dan psikoterapi sebagai langkah intervensi bagi pasien kanker untuk memberikan ketenangan dan membantunya menjalani perawatan medis dengan semangat positif,” lanjutnya.
Ingat, dalam pengobatan kanker, keluarga juga perlu mengambil peran penting untuk memberi dukungan dan perawatan pada pasien kanker.
Kondisi stress dan tertekan akibat tindakan yang terlalu protektif dari keluarga tersebut, dapat berdampak menurunnya sel imun. Akibatnya sel kanker menjadi lebih aktif.
Dalam situasi seperti ini psikolog dapat memberikan psikoedukasi dan konseling kepada anggota keluarga sehingga tercipta suasana kondusif dan nyaman untuk pasien yang berdampak positif pada kondisi medisnya.
Baca Juga: 5 Ciri Bayi Tercukupi Kebutuhan ASI, Salah Satunya Payudara Ibu Berubah
Nyeri Paling Membuat Frustasi
Dari sekian banyak faktor pemicu frustasi atau depresi pasien kanker, menurut Dr. I Putu Willy Adi Satria, SpAn, FIPM, Kepala Tim Penanganan Nyeri pada Klinik Hayandra, adalah rasa nyeri yang dialami pasien kanker, baik untuk pasien yang sedang menjalani terapi maupun pada pasien paliatif pada kanker stadium lanjut.
Untuk mengurangi rasa nyeri ini, umumnya dokter menggunakan obat-obatan penghilang nyeri dengan dosis tertentu.
Namun seiring kemajuan dibidang medis, saat ini dimungkinkan penanganan nyeri pada penderita kanker menggunakan terapi-terapi lain yang lebih canggih.
Baca Juga: Okky Lukman Ngamuk Pada Keto Boost dan Tuding Penipuan, Tempuh Jalur Hukum
Tujuannya untuk melakukan blok ataupun ablasi saraf yang membawa rasa nyeri.
Diakui dokter Willy, penanganan nyeri pada pasien kanker tidak mudah untuk dilakukan.
Penyebabnya, banyak pasien yang enggan untuk mendeskripsikan keluhan, pasien ketakutan akan nyeri namun tidak tahu kemana mencari pertolongan, pasien takut efek samping terapi dan kurangnya pengetahuan tentang obat-obatan opioid pada pasien kanker.
Dokter. Willy menambahkan, nyeri kanker atau cancer pain, bila diatasi dengan baik akan meningkatkan kualitas hidup penderita.
Baca Juga: Ajaib, Nenek 98 Tahun Ini Jadi yang Tertua Bisa Sembuh Dari Virus Corona
“Itulah sebabnya sangatlah penting untuk melibatkan tim penanganan nyeri dalam terapi komprehensif bagi penderita kanker,” katanya.
Selain menggunakan obat-obatan termasuk narkotika maupun penggunaan alat-alat canggih seperti radiofrequency, rasa nyeri pada kanker bisa diatasi dengan terapi-terapi lain, diantaranya adalah Immune Cell Therapy (ICT).
Terapi pendukung pada kanker yang memanfaatkan darah pasien sendiri yang didapat dari hasil pengaktifan dan perbanyakan sel T, sel Natural Killer (NK), dan sel NKT dalam proses selama 2 minggu, ternyata juga mampu mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien.
Baca Juga: 4 Makanan Pemicu Jerawat pada Wanita, Padahal Banyak yang Menyukainya
“ICT yang mengandung sel T, sel NK, dan sel NKT, tidak hanya secara alamiah bertugas sebagai pembunuh kanker, namun juga berguna dalam mengurangi nyeri akibat kanker,” kata Dr. dr. Karina, SpBP-RE, doktor bidang biomedik yang juga merupakan ketua Klinik Hayandra.(*)
#berantasstunting
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar