GridHEALTH.id - Menjadi seorang tenaga medis di tengah pandemi virus corona (Covid-19) ternyata sangat tidak mudah.
Selain berisiko tertular dari pasien yang dirawat, mereka juga ternyata mendapat stigma negatif dari masyarakat bahkan hingga dikucilkan.
Hal ini dikarenakan para tenaga medis dianggap bisa menjadi pembawa virus corona di masyarakat.
Seperti yang terjadi baru-baru ini pada tenaga medis di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dilansir dari CNN Indonesia (8/4/2020), kejadian kurang mengenakan tersebut dialami oleh beberapa perawat di Rumah Sakit (RS) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Baca Juga: Klaim Kerajaan Kandang Wesi; Punya Obat Bisa Sembuhkan Pasien Covid-19 Dalam 2 Hari, Sudah Uji Lab
Baca Juga: Modal 5 Ribu Bisa Membuat Masker Kain Cegah Covid-19, Mirip Masker Scuba
Direktur Utama RS UII Yogyakarta, Widodo Wiryawan mengaku banyak menerima laporan dari para perawat yang mendapatkan stigma negatif dari masyarakat.
Salah satu yang banyak dikeluhkan adalah tidak dijinkannya lagi para perawat untuk memperpanjang sewa kos-nya.
Alhasil mereka pun kesulitan untuk mencari tempat tinggal.
Baca Juga: Jangan Takut Kekurangan Cairan saat Puasa Ramadan, Ini Triknya
"Ada laporan ke kami bahwa ada perawat yang tidak bisa memperpanjang kosnya," kata Widodo.
Menurutnya saat ini pihak RS terus berusaha menyiapkan beberapa bangsal untuk tempat peristirahatan sementara para tenaga medis yang mendapatkan penolakan di masyarakat.
Widodo pun berharap pemerintah bisa membantu mengubah stigma negatif masyarakat kepada para petugas medis yang menangani pasien Covid-19.
Baca Juga: 80 Persen Gejala Covid-19 Ringan, Hanya 5 Persen Harus Rawat di Rumah Sakit
Menurutnya, pemerintah perlu menjelaskan masalah ini sampai ke tingkat bawah seperti RT.
Apalagi jika ditilik dari sisi medis, apa yang pengucilan yang dialami para tenga medis sedikit banyak akan mempengaruhi kondisi kesehatannya, terutama kesehatan mental.
Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam New Directions for Youth Development, menunjukan efek pengusiran dapat menyebabkan gangguan mental seperti kecemasan, ketakutan untuk dikucilkan, bahkan depresi berkepanjangan.
Apalagi menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), datangnya virus corona (COVID-19) bisa menimbulkan stres bagi orang.
Ketakutan dan kecemasan tentang penyakit luar biasa, seperti Covid-19 bisa menyebabkan emosi yang kuat pada orang dewasa maupun anak.
Para peneliti telah menemukan bahwa beberapa individu mungkin mengalami masalah kesehatan mental untuk pertama kalinya selama pandemi. Masalah penyesuaian, depresi, dan kecemasan mungkin timbul.
Baca Juga: Cerita Tragis Tenaga Medis di Pekalongan, Menjadi ODP Corona Gegara Pasien dan Keluarganya Tak Jujur
Sebuah studi tahun 2017 yang tercatat dalam Bulletin of World Health Organization, menunjukkan bahwa ada peningkatan jumlah orang melaporkan kesehatan mental dan masalah psikososial selama wabah penyakit virus Ebola di Sierra Leone.
Oleh karenanya, WHO merekomendasikan untuk mencari informasi hanya dari sumber tepercaya dan terutama sehingga kita dapat mengambil langkah untuk mempersiapkan rencana dan melindungi diri dan orang yang dicintai dari penularan virus Covid-19.
Baca Juga: 10 Bantuan yang Diberikan Pemerintah Indonesia Selama Pandemi Covid-19 untuk Rakyat
Sementara Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, meminta masyarakat tidak memberikan stigma negatif kepada para dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya yang menangani pasien virus corona.
"Percayalah masyarakat, bahwa tenaga medis ini pada waktu pulang sudah dalam keadaan bersih," ujarnya.(*)
Baca Juga: Deteksi Dini Gejala Meningitis dan Septicaemia, Bisa Membunuh Penderitanya Hanya Dalam Hitungan Jam
#berantasstunting
#HadapiCorona
Source | : | CDC,WHO,ResearchGate,CNN Indonesia |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar